Sepertiyang pernah gue bilang ke seorang teman lainnya, "Just do your best, let God do the rest. Hidup itu adil, manusianya aja yang suka berbuat enggak adil. But God doesn't sleep! Jika kerja keras kita nggak dihargai di kantor ini, maka pasti, nanti akan ada perusahaan lain, atau pintu rejeki lain, yang membayar hasil dari kerja keras kita itu."
Do the Best and Let GOD Do the Rest" Gua berani bertaruh kalian rata-rata, ya RATA-RATA pasti pernah dengar,baca,dan ucapkan kalimat ini. Baik dalam situasi maupun kondisi apapun, Kepada diri sendiri ataupun ke orang lain, Sebenarnya kalian menggunakan kalimat itu untuk apa? Percaya atau Pasrah? Tuhan itu baik.
artialways cute. arti always dalam bahasa gaul. arti always dandelions. arti always days. arti always do my best. arti always do your best. arti always do your best and let god do next. arti always do your best and let god do the rest. arti always dreaming.
DoYour Best and Let God Do the Rest. Berusaha Berbuat Kebaikan sekalipun belum tentu kau dinilai BAIK dimata orang lain namun SATU KESALAHAN saja bisa di ingat seumur hidup disinggung setiap saat bahkan kadang dimanfaatkan tuk menjatuhkan
HakunaMatata adalah sebuah ungkapan dalam bahasa Swahili yang artinya adalah Jangan Kuatir. Ungkapan ini diucapkan oleh karakter Timon dan Pumba dalam film animasi anak The Lion King yang populer di tahun 90-an, dan dikemas ulang serta ditayangkan baru-baru ini di bioskop. Tanpa kita sadari, kekuatiran melanda seluruh lapisan usia, termasuk anak-anak.
seni budaya merupakan hasil dari manusia. “Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau lemah.” HR. Muslim “Ya Rabb, hanya rahmat-Mu yang kuharapkan, Maka janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku meski sekejap mata, dan perbaikilah urusanku seluruhnya. Sungguh tidak ada Tuhan selain Engkau.” HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban. Dear shalihah, mari sejenak mengingat kembali, dari sejak kita dicipta dan terlahir ke bumi, kita telah membuat janji bahwa kita akan taat pada-Nya, maka tidak ada alasan untuk tidak bersungguh-sungguh dalam upaya menggapai ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala hingga nanti saatnya Allah berkata waktunya pulang. Tiga kata kunci dalam hadits ini adalah tekad, memulai jalan, dan meminta pertolongan kepada Allah. Hadits ini menyuruh kita untuk punya cita-cita besar dan semangat untuk hal yang bermanfaat bagi kita. Apa yang bermanfaat? Urusan yang bermanfaat itu ada dua bagian urusan akhirat dan urusan dunia. Seorang hamba butuh dengan hal dunia, sebagaimana ia juga butuh pada hal akhirat. Walau ada tingkatannya, mana hal yang bisa didahulukan jika bersamaan Fiqh Prioritas. Poros dari kebahagiaannya dan taufik dari Allah adalah bersungguh-sungguh untuk menyiapkan hal yang bermanfaat baginya untuk hal dunia dan akhirat. Imam Syafii berkata, “Antusiaslah terhadap apa saja yang bermanfaat padamu dan tinggalkan komentar manusia karena tidak ada orang yang bisa selamat dari komentar orang-orang jahil”. Poin utamanya adalah bukan hanya semangat bercita-cita besar saja, melainkan juga jangan lupa minta pertolongan kepada Allah. Walau punya semangat tinggi, tekad kuat, merasa pintar, merasa punya fasilitas, tanpa pertolonga Allah, tak akan terwujud. Banyaknya kegagalan yang terlewati dalam perjalanan mencari kesuksesan adalah karena kurangnya tekad dan keraguan pada diri sendiri. Maka solusi lelah adalah istirahat, bukan berhenti/menyerah. Istirahat adalah untuk isi ulang semangat, bukan lupa waktu untuk kembali berangkat. Strategi bukan mengamati apa yang bisa kita lakukan untuk masa depan, tetapi mengamati apa yang bisa kita lakukan pada hari ini agar punya masa depan. Mari kita berhati-hati terhadap manajemen afwan, sedikit-sedikit mengucapkan afwan untuk beralasan dalam hal dakwah. Mari berazzam, jangan berikan yang sisa untuk Islam. Itqan, istiqomahlah, professional dalam tiap urusan, sebab segala hal adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Ketika kita tidak atau belum bisa memperbaiki lingkungan, maka kita bisa memilih untuk diam-diam memperbaiki diri kita sendiri. Ketika kita tidak bisa mengubah kejadian, maka kita bisa mencoba untuk mengubah sikap dan sudut pandang kita sendiri. Ketika kita tidak mampu mengubah masa lalu, kita bisa memilih untuk mengubah diri kita yang sekarang. Kita tidak bisa tahu apa yang akan terjadi besok, tapi kita bisa mengendalikan diri untuk memaksimalkan hari ini. Masa depan untuk direncanakan, tapi bukan untuk dikhawatirkan. Esok adalah akumulasi dari apa yang kita upayakan pada setiap hari ini. Yakini bahwa Allah telah berjanji kita akan menuai dari apa yang kita tanam. Ikhtiarkan yang terbaik dan bersihkan hati untuk menagih apa yang telah dijanji. Selayaknya es batu, ia akan tetap mencair seiring berjalannya waktu. Demikian juga dengan usia, ia akan tetap berlalu meski kita tak melakukan apapun. Maka pilihannya adalah bangkit segera untuk segera mengambil peran terbaik, bergerak atau tergantikan. Sekarang atau tidak sama sekali. Karena terkadang tidak akan lagi dijumpai kata nanti, atas kesempatan yang telah terlewati. Jika kamu insecure, segera ingat ayat ini “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.” QS. At Tin ayat 4. Alasan kita hadir adalah dituntut untuk mengambil peran terbaik, maka jadilah muslih. Seorang muslim tak cukup menjadi orang shalih yang puas dengan keistiqamahan dirinya. Tetapi ia harus menjadi seorang muslih yang berusaha mengajak orang lain untuk beristiqamah. Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata, “Tak cukup bagi seseorang untuk mengatakan, saya tak berkewajiban kecuali hanya mengurus diri sendiri dan tak peduli dengan orang lain.’ Akan tetapi harus berusaha seoptimal mungkin untuk menshalihkan orang lain, karena hal itu bagian dari nasihat dan cinta kebaikan bagi orang lain”. Ittihaful Qari’. Bertekad kuat azzam atas impian apapun yang engkau yakini itu bermanfaat bagi banyak hal khususnya bagi dakwah dan ummat, akan menjadi kenyataan, ketika Allah sudah izinkan, dan izin Allah biasanya akan turun ketika kita berani untuk bermimpi, mengupayakannya menjadi terwujud. Fokuslah pada hal yang bisa kamu control, luruskan niat, berikan usaha terbaik, progress yang terencana dan bertawakkal. Sebab apapun itu, pilihan dari sisi Allah adalah yang terbaik bagi kita. Do the best and let Allah do the rest. Maka berusahalah menjadi dirimu dengan segala kemampuan terbaik yang kamu miliki dan mampu lakukan. Ketika merasa kecewa, sedih , gagal dan marah, segera pilih lensa kebahagiaan kita. Karena bahagia itu kita yang mencipta dengan cara pandang diri sendiri, karena bahagia tercipta dari cara pandang kita terhadap suatu hal yang terjadi pada kita. Begitu pula halnya dalam perjalanan mencapai tujuan, tak akan semulus rencana, ketika menemui kegagalan atau kesulitan, jangan menyerah. Nikmati prosesnya dan berjuanglah di atas keyakinan yang ada pada dirimu trust the process, enjoy the journey, n live ur believes. Karena setiap lelah yang lillah akan mendapat pahala yang berlimpah. Batasan itu kita yang ciptakan sendiri dalam pikiran, nothing impossible, yang ada I’m possible. Kita bisa, insha Allah bisa. You is your only limit. Dan Allah’s power is limitless, mungkin kita terbatas, tapi kuasa Allah, tanpa batas. Mintalah petunjuk dan kemudahan jalan kepada-Nya. Doa menjadi sarana terbaik di saat kita tidak punya apa-apa, senjata paling ampuh adalah kita punya doa terbaik, bertanyalah pada yang paling mengetahui diri kita, pada yang memiliki diri kita. Sebab tak ada yang bisa mengubah takdir selain doa, yang dapat menambah umur hanyalah amalan kebaikan. HR. Tirmidzi, hasan. Makin kita banyak berdoa, takdir akan mudah kita hadapi. Lakukan semua peluang amal kebaikan apapun yang dapat kau ambil, mohon kekuatan-Nya dengan doa maka Allah yang akan menyelesaikan. Bersihkan hati dari dengki, sombong dan riya. Jika hatimu bersih maka akan ada cahaya yang kamu tidak tahu apa itu, ada orang-orang yang mencintaimu tanpa sebab, ada kemudahan yang tidak tahu dari mana asalnya. Wallahu Ta’ala A’lam Semoga shalawat serta salam Allah tercurah atas hamba dan Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, para keluarganya dan sahabat-sahabatnya semuanya. LTL
Saya yakin sebagian besar dari kita sering mengikuti kompetisi perlombaan ataupun yang lainnya. Tidak jarang kompetisi yang kita ikuti tersebut berhasil kita menangkan namun tidak jarang juga kita belum berkesempatan untuk mendapatkannya. Taukah teman-teman bahwa hasil yang kita peroleh tersebut sebenarnya bisa terjadi karena ada kuasa Tuhan? Ketika kita mengikuti kompetisi, pasti kita menyiapkan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kompetisi tersebut secara matang. Misal, kamu mengikuti kompetisi band tingkat nasional dan kamu memiliki waktu satu bulan dari masa pendaftaran sampai ke hari utama penampilan. Otomatis, kamu dan personeel band kamu akan melakukan persiapan dimulai pilihan lagu yang akan dibawakan, aransemen dan improvisasi musik yang apik, latihan yang semakin intens, persiapan kondisi tubuh baik fisik maupun emosi yang oke, mempersiapkan kostum tampil yang menarik, melatih diri melakukan aksi panggung yang unik, dan lain sebagainya termasuk hal yang paling penting yaitu ibadah sebagai sebuah upaya meminta ridhoNya dan meminta dilancarkan serta dimudahkan untuk bisa menjadi juara. Dan tibalah saatnya untuk kamu dan personeel band kamu ada di panggung utama untuk dilakukan proses penjurian. Kamu sudah yakin bahwa seluruh persiapan yang kamu dan teman-teman lakukan sudah sangat detail dan matang walaupun akhirnya ketika dipanggung ada sedikit kesalahan seperti strep gitar lepas dan membuat permainan gitar kamu berhenti sejenak sehingga menimbulkan kekosongan suara gitar di dalam harmonisasi permainan band kamu. Sehingga kamu dan teman-teman band memiliki ekspektasi bahwa juara satu tidak mungkin diperoleh oleh band kamu. Ketika menjelang pengumuman hasil penjurian rasa deg-degan, rasa cemas, rasa takut, rasa campur aduk antara optimis dan pesimis itu pasti ada. Hal itu sangat manusiawi, jadi tidak perlu khawatir kamu sedang dalam keadaan tidak normal atau apapun J Yakinlah yang merasakan perasaan itu nggak cuma kamu aja, tapi yang lain juga sama. Tibalah saat pengumuman, master of ceremony sudah memegang hasil penjurian dan pengumuman juara dilakukan dari yang mendapatkan juara harapan tiga yang nantinya akan disebut yang terakhir adalah juara satu. Kamu dan teman-teman band pasti berharap untuk bisa disebut namanya menjadi juara satu atau setidaknya salah satu dari nominasi yang ada. Perlahan disebutkan satu persatu, juara harapan tiga, juara harapan dua, juara harapan satu, dan nama band kamu belum disebut. Awalnya kamu dan band kamu masih merasakan optimis namun lama-kelamaan menjadi pesimis karena sudah tiga nominasi disebutkan namun band kamu belum disebut juga. Juara tiga disebutkan, juara dua, dan nama band kamu belum juga disebut. Akhirnya tibalah pengumuman juara satu dan kamu tau apa kejutannya? Nama band kamu yang disebut sebagai juara satu !! 😀 Rasa kaget, rasa tidak percaya, rasa bangga, rasa haru, semua bercampur aduk. Riuh tepuk tangan menyambut, teriakan selamat datang saling sahut menyahut. Rasa syukur yang tidak terkira pun dipanjatkan pada sang pemilik kuasa atas segalanya yang memiliki diri kita ini. Salah satu perwakilan personeel maju ke atas panggung untuk menerima penghargaan dan sebagainya-sebagainya mengikuti proses seremonial yang biasa ada disetiap kompetisi. Sampai akhirnya waktu untuk pulang ke basecamp pun tiba. Di basecamp kamu dan teman-teman kembali bercerita tentang sebuah proses satu bulan yang telah kalian lewati bersama-sama, mempersiapkan segala hal dengan baik, beribadah dan berdoa, walaupun ada sedikit kesalahan teknis saat tampil tapi ternyata menurut juri itu bukan sebuah hal yang masalah, dan lain sebagainya. Semua cerita itu berulang dan menjadi sebuah kenangan manis. Sekaligus menjadi pemicu untuk kedepannya kamu dan band kamu untuk lebih baik lagi kedepannya dan bisa mempertahankan juara satu tersebut atau menyabet juara satu kembali di kompetisi lain. Andai saja kamu dan teman-teman kamu tidak melakukan persiapan yang baik, apa yang terjadi? Sebuah hal yang dipersiapkan dan dilakukan secara baik saja terkadang masih tidak membuahkan hasil yang baik. Oleh karena itu penting untuk melakukan persiapan dan menunjukkan yang terbaik disetiap hal yang kita lakukan. Andai saja kamu dan teman-teman kamu sudah melakukan persiapan dengan baik namun tidak berdoa untuk minta dimudahkan menjadi seorang juara satu, apa yang akan terjadi? Bisa jadi Tuhan tidak memberikan ridhoNya pada band kamu untuk menang dan hasil pengumuman bisa saja menunjukkan bahwa nama band lain lah yang menang. Andai saja kamu dan teman-teman kamu sudah melakuan persiapan yang sangat baik dan sudah berdoa namun belum mendapatkan kesempatan menjadi juara satu, apa artinya? Ya! itu adalah keputusan terbaik yang datang dari Tuhan dan Tuhan memiliki maksud tersendiri ketika memberikan keputusan itu. Yang terpenting adalah kita sudah berusaha untuk mempersiapkan diri yang terbaik dan sudah memberikan yang terbaik serta sudah berdoa kepada Tuhan. Tidak ada yang sia-sia karena semua adalah proses belajar. Kita harus ingat bahwa proses adalah hal yang harus diutamakan dan anggaplah hasil hanya hadiah dari rangkaian proses yang sudah kamu lakukan. Kamu harus yakin dan percaya bahwa semua yang terjadi pada hidup kita adalah atas dasar kehendakNya yang paling terbaik dan semuanya memiliki kebermanfaatan. Hanya saja terkadang kita harus berdamai dengan diri sendiri untuk bisa menerima keputusan itu. Kita juga harus membiarkan waktu untuk mengantarkan diri kita pada saat yang tepat sehingga kita bisa mengetahui kebermanfaatan dari keputusan Tuhan yang terjadi pada diri kita Itu adalah sekilas kisah yang diadopsi dari pengalaman pribadi saya dengan sedikit perubahan J Semoga bermanfaat Dan hal yang penting untuk diingat Do Your Best and Let God Do The Rest 🙂 Nothing to loose, everything would happen in the right person, place, and time God never wrong God never sleep anonym Sekian Terima kasih Regards, Tika Dwi Ariyanti UI 2009 YOT CA UI 2011-2012 Inspiring Article Dec’
Pepatah terkenal ini berasal dari negara-negara Barat yang saya rasa pencipta pepatah ini adalah seorang non-Muslim saja sangat percaya bahwa Allah akan menolong membereskan urusan mereka, jika mereka melakukan yang terbaik."Lakukan yang terbaik dulu, urusan nanti kita serahkan pada Tuhan" demikian kira2 maksud pepatah kita sebagai Muslim kiranya juga harus belajar dari semangat juang mereka. Jangan sampai sebagai Muslim malah keok sebelum bertanding atau hidup selalu dalam keadaan pesimis, karena inti dari pepatah"Let's do the best, and let God do the rest." adalah1. Niat2. Ikhtiar3. Doa4. TawakalAllah berfirman dalam 81 yang artinyaDan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung. 81 .Kemudian apabila kamu telah membuat tekad, maka bertawkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertawakal kepada-Nya. Ali- Imran 159 .Sebagai Muslim kita harus percaya, bahwa niat baik dalam ridho Allah, ikhtiar yang disertai dengan doa dan tawakal akan membawa keberhasilan. Tawakal Bukan PasrahBanyak orang yang menyangka bahwa tawakal itu adalah pasrah secara keseluruhan, maka ini adalah anggapan yang tidak benar. Akan tetapi seorang Muslim, jika beribadah kepada Allah mereka bertawakal, tetapi tidak seperti yang dipahami oleh orang-orang yang bodoh yakni tawakal adalah sekedar ucapan di bibir tanpa dipahami akal, membuang sebab-sebab, tidak mau kerja, merasa puas dengan kehinaan dibawah bendera tawakal kepada itu semua sudah dijalankan namun tidak berhasil, artinya mungkin Allah memang berketetapan bahwa ketidak berhasilan itu adalah yang terbaik untuk kita. Ikhlas saja. Ikhlas? Iya dong. Seorang hamba yang ikhlas sadar bahwa manusia hanya memiliki kewajiban menyempurnakan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Perkara yang terbaik terjadi itu adalah urusan lagi saja, jangan pernah berperasangka buruk kepada Allah!From I'm Muslim
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Berusaha Berbuat Kebaikan sekalipun belum tentu kau dinilai BAIK dimata orang lain... namun SATU KESALAHAN saja bisa di ingat seumur hidup... disinggung setiap saat... bahkan kadang dimanfaatkan tuk menjatuhkan... jila kebaikan yg kau lakukan semata-mata hanya untuk membuat pendapat orang terhadap dirimu lebih baik, maka kebaikanmu tak ada nilainya.. jika kau terus sembunyikan kesalahanmu, maka takkan ada yg pernah mengingatmu... tak mungkin seorang manusia tidak pernah berbuat kesalahan... tak mungkin setiap kebaikan hanya dinilai dari satu sudut pandang... tak ada satupun orang yg ingin dipaksa untuk menilai perbuatan baik sebagai suatu kesalahan dan begitu juga sebaliknya... dirimu saja tak suka dipaksa untuk suka dengan orang tak kau sukai, iya khan? lalu kenapa kau harus memaksa orang untuk menyukaimu disaat ia tak mau menyukaimu? bukannya itu hak setiap manusia untuk suka sama siapa aja dalam hidupnya? kadang orangpun tak perduli dengan perbuatan baik atau kesalahan yg diperbuat...selama ia bisa memakluminya... meski perbuatan baik dinilai berbeda dan kesalahan selalu di ingat, Tuhan Tidak Buta, Teman Sejati Pasti Mengerti... diMata Orang kau dinilai buruk namun tidak diMata Tuhan Introspeksi Diri, Mengalah dan Berkorban... itulah cara yg kembali aku pelajari malam ini tuk mengurangi kemungkinan kesalahan yg akan kulakukan, bukan semata-mata demi mendapat nilai baik dari mata orang lain... Berubah, Mengerti dan Tersenyum... itulah komitmen yg aku berusaha kupegang malam ini agar aku bisa terus berusaha berbuat kebaikan hingga orang lain tak punya waktu untuk mengingat kesalahan yg kuperbuat, meski aku bukanlah Nabi yg tak pernah luput dr kesalahan... 1 2 Lihat Catatan Selengkapnya
The Best and The Rest Salah satu pepatah Kristen popular yang digemari banyak orang berbunyi Do your best and God will do the rest. Sangat motivasional, bukan? Namun, setelah saya merenungkannya dalam-dalam, kalimat indah ini menyimpan sebuah teologi yang buruk. Pertama, ia membalik paradigma berpikir Kristen yang paling penting Allah pertama, manusia terkemudian. Di dalam pepatah ini, Allah akan will melakukan karya-Nya setelah kita bekerja; Ia akan melakukan sisa pekerjaan kita, yang sudah kita kerjakan sebaik mungkin. Kedua, the rest yang Allah akan lakukan adalah “sisa” dari semua yang sudah sebaik mungkin kita lakukan. Allah bergantung pada seberapa banyak dan seberapa baik kita bertindak. Sisanya, bisa banyak dan bisa sedikit, menjadi jatah Allah. Karena itu, saya mengusulkan perbaikan total atas pepatah popular tersebut Do the rest because God does the best. Allah sudah, sedang, akan selalu melakukan yang terbaik. Dan yang terbaik tentu saja menurut pandangan Allah. Seorang penulis yang saya lupa namanya kira-kira mengatakan, “Seandainya jarak Allah dan manusia adalah langkah, maka Allah sudah berjalan menuju kita 999 langkah dan Ia mengundang kita untuk mengambil langkah terakhir.” Seorang mistikus Kristen lain berkata dengan nada yang kurang-lebih sama Every time you take one step toward God, God takes a thousand steps toward you. Kita sesungguhnya hanya mengerjakan “sisa” pekerjaan Allah, yang memang Allah khususkan bagi manusia. Ia bisa mengerjakan semuanya, tanpa sisa, jika Ia mau. Tetapi, Allah tak mau melakukannya, karena Ia memang rindu mengundang manusia–Anda dan saya–untuk berpartisipasi ke dalam karya Allah itu. Bahkan “sisa” tersebut pun sudah cukup membuat seluruh hidup kita disibukkan luar biasa; karena itu adalah “sisa” yang Allah izinkan hadir dalam hidup kita. Namun, “sisa” tersebut juga tidak akan melampaui kemampuan kita, sebab Allah tak pernah memberi keharusan pada manusia yang tak dapat dilakukan manusia. Ought implies can; harus mengandaikan dapat. Apa yang harus kita lakukan pasti dapat kita lakukan. Karena itu, sekalipun bagian kita adalah “sisa,” do the rest as best you can. Dan apa yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk menggarap “sisa” itu adalah dengan berpartisipasi ke dalam karya Allah itu, ke dalam misi Allah. Ada tiga catatan penting yang harus kita renungi. Pertama, dalam bahasa Inggris, rest memiliki dua arti. Pertama, “istirahat”; kedua, “sisa.” Dalam pepatah yang saya revisi di atas, tentu arti kedualah yang dimaksudkan. Sayangnya, banyak orang Kristen yang memakai arti pertama dalam hidupnya. Allah bekerja dan kita santai-santai saja. Kedua, “sisa” yang dipercayakan kepada kita tidak berarti tanpanya karya Allah tidak akan tuntas. Tanpa kita, sebaik apa pun pekerjaan kita, Allah bisa melakukan semuanya. Namun, ia mengizinkan kita melakukannya, karena Allah menghargai kita. Jadi, kita memang tidak bisa mengambil kredit untuk diri kita sendiri. Soli Deo gloria. Ketiga, dengan memberi kesempatan kepada kita untuk mengerjakan “sisa” karya-Nya, Allah memilih untuk mengambil jalan inefisiensi. Sama tidak efisiennya dengan perjalanan empat puluh tahun di padang gurun; sama tidak efisiennya dengan keputusan mengambil rupa seorang hamba di dalam Yesus dari Nazaret ketimbang langsung saja menghukum atau mengampuni dunia. KISAH TENTANG TANAH DAN LUDAH Yohanes 91-7 secara indah menggambarkan pemahaman spiritual di atas. Kisah dimulai dengan sebuah penjelasan yang sekalipun deskriptif namun menyimpan banyak makna, “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya” ay. 1. Yesus “sedang lewat;” Ia tidak secara sengaja dan khusus mendatangi orang yang buta sejak lahir itu. Namun, perjumpaan biasa itu menjadi awal dari pengalaman luarbiasa bagi si buta. Banyak berkat dialami justru melalui peristiwa lazim sesehari. Di dalam rutinitas kita melakoni detak jam hidup sepanjang hari kronos, tak jarang tersedia kesempatan kairos yang bakal berlalu jika tak ditangkap dengan cermat. Lantas, perjumpaan itu melahirkan percakapan antara para murid dan Yesus. Para muridlah yang memulai percakapan itu dengan sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak empatis. Si buta dijadikan sebuah case study untuk diskusi teologi yang berat–sebuah diskusi yang dilakukan di depan orang buta tersebut. Pertanyaan tersebut adalah, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” ay. 2. Bagaimana perasaan Anda jika Anda menjadi si buta itu? Seluruh persoalan hidup menanggung dunia yang gelap makin menghimpit karena justru sekarang dipertanyakanlah asal-muasal seluruh penderitaannya dosanya sendiri atau dosa orangtuanya? Fokus para murid adalah dosa masa lalu. Dan ini berbeda dari Yesus yang memfokuskan diri pada masa depan si buta dan terlebih lagi pada misi Allah. Itu sebabnya, Yesus kemudian menjawab “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” ay. 3. Seakan-akan, Yesus ingin mendidik para murid-Nya untuk tak usah terlalu peduli pada siapa yang berdosa di masa lalu, karena kerumitan-teologis itu bisa menghalangi kita untuk peka pada pekerjaan Allah yang memberi masa depan. Mari kita perhatikan juga ucapan Yesus selanjutnya di ayat 5 “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Ternyata, kalaupun Yesus berkata bahwa pekerjaan-pekerjaan Allah harus nyata “di dalam dia” personal, tindakan Allah bagi setiap orang harus diletakkan dalam perspektif seluruh dunia global, sebab Yesus adalah “terang dunia.” Artinya, pengalaman rohani yang personal hanyalah bagian kecil dari karya Allah bagi seluruh dunia ini. Jika sebuah pengalaman rohani yang personal menghalangi kesadaran global kita, pengalaman rohani tersebut mudah bergeser menjadi sebuah egosentrisme yang berbahaya. Sebelum menyatakan diri sebagai “terang dunia” ay. 5, Yesus memaparkan sebuah kebenaran yang menyibakkan rahasia misi Allah itu “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku…” ay. 4a. Terdapat tiga kata ganti yang menjadi kunci pemahaman kita, Dia dan Aku. Pertama-tama, “Dia” Sang Bapa mengutus “Aku” Yesus. Misi Allah adalah misi Trinitaris. Yesuslah yang diutus Sang Bapa. Yesuslah pusat dari seluruh karya Allah bagi dunia. Bukan gereja. Akan tetapi, Yesus yang diutus Sang Bapa itu lantas berkata, “Kita harus mengerjakan…” Ia mengundang kita, mengikutsertakan kita, mengizinkan keterlibatan kita. Tanpa kita misi Allah melalui Yesus tetap berjalan. Lebih efisien, malah. Namun misi ilahi itu kini sekaligus menjadi misi insani, ketika manusia diundang untuk berpartisipasi ke dalamnya. Dengan ongkos yang tak murah, sebab yang diikutsertakan ternyata adalah manusia yang dengan mudah dapat membebani misi Allah itu, serta membuat misi Allah itu tak berjalan secara efektif. Tetapi keputusan Yesus ini adalah keputusan cinta-kasih, karena Ia percaya bahwa manusia memang perlu dipercaya. Jadi, setiap kali kita terlibat di dalam misi Allah, ingatlah baik-baik bahwa pekerjaan ini milik Allah, bukan milik kita. Keterlibatan kita ini terjadi karena anugerah, bukan karena kemampuan kita. Prinsip dasar ini diadegankan oleh Yesus melalui prosedur panjang yang inefisien 6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. ay. 6-7 Tanah dan ludah menjadi alat penyembuhan; namun, alat yang kotor dan menjijikkan. Pada dirinya sendiri tanah dan ludah bukanlah apa-apa nothing. Namun di tangan Yesus, keduanya menjadi sesuatu something yang berperan dalam proses penyembuhan. Tidak ada kualitas apa pun dari tanah dan ludah yang mengubahnya dari nothing menjadi something. Demikian juga, tidak ada kualitas apa pun dari manusia yang dapat mengubahnya dari nobody menjadi somebody. Sama halnya, tidak ada apa pun di dalam diri manusia yang dapat membuat misi Allah berjalan secara baik dan tuntas. Jadi, Yesus memakai tanah dan ludah untuk mengilustrasikan posisi para murid-Nya di dalam misi Allah itu. “Kalian sama seperti tanah dan ludah ini,” demikian kira-kira yang hendak disampaikan oleh Yesus. Tidak cukup prosedur yang sudah cukup inefisien ini, Yesus melanjutkan proses panjang penyembuhan ini dengan menyuruh si buta itu membasuh diri ke dalam kolam Siloam. Secara sengaja, penulis Injil Yohanes memunculkan arti dari Siloam, yaitu “yang diutus.” Tanpa kolam Siloam itu, Yesus mampu menyembuhkan si buta. Namun, sekali lagi, sama seperti tanah dan ludah sebelumnya, kolam Siloam menjadi instrumen penyembuhan, sekalipun inefisien, demi menunjukkan bahwa para murid Yesus “diutus” oleh “Sang Utusan” Yesus itu sendiri. Peran ludah, tanah dan kolam Siloam hanyalah “1 langkah” dibanding “999 langkah” yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh Allah di dalam Yesus. Satu langkah itu pun merupakan sebuah apresiasi Allah atas manusia yang dicintai-Nya. Sebesar apa pun karya seorang anak manusia, ia hanyalah ludah dan tanah. Ayat 4 belum kita refleksikan secara tuntas. Sebab, Yesus juga berkata, “… akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja” ay. 4b. Yesus mengajarkan sebuah prinsip kemendesakan. Pekerjaan yang dapat kita lakukan mendesak untuk dilakukan. Maka, dibutuhkan sebuah sense of urgency. Dan, karena itu, hargailah undangan Yesus yang Anda dengarkan untuk berpartisipasi ke dalam misi Allah itu. Ketika “malam” itu datang, maka bukan hanya tak ada lagi kesempatan kairos bagi kita, waktu hidup kronos kita pun pudar. Dan ketika keduanya hilang bagi kita secara pribadi, misi Allah di dalam Yesus tetap berjalan–tanpa kita. Maka, ingatlah apa yang sering disebut sebagai Wesley’s Rule Do all the good you can, By all the means you can, In all the ways you can, In all the places you can, At all the times you can, To all the people you can, As long as you ever can. SEBERAPA SPESIFIK? Seberapa spesifiknyakah panggilan Allah di dalam hidup kita? Seberapa spesifiknyakah Allah merancang/merencanakan peran yang dapat kita mainkan di dalam misi Allah itu? Pertanyaan sukar ini menghantui banyak sekali teolog sepanjang zaman. Izinkan saya memaparkan pandangan saya dalam beberapa poin. Panggilan Allah seluas dunia. Tidak boleh ada pemisahan antara yang sekular dan yang sakral. Karena misi Allah terarah pada dunia, maka seluruh pekerjaan dapat menjadi wujud penghayatan kita akan panggilan Allah. Menjadi seorang pendeta sama kudusnya dengan menjadi seorang sopir taksi. Yang menguduskan sebuah pekerjaan bukanlah jenis pekerjaan itu namun Allah itu sendiri. Justru pekerjaan-pekerjaan sekularlah yang pertama kali dicatat di dalam Alkitab sebagai pekerjaan yang dipenuhi oleh Roh Kudus Kel. 283; 313; Kel. 3531. Alkitab memang mencatat beberapa orang tertentu yang secara spesial ditugasi Allah untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Namun, tidak ada indikasi apa pun di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Allah menugasi secara sangat spesifik setiap orang memperoleh panggilan khusus. Panggilan Allah secara umum berlaku untuk semua orang, yaitu melakukan misi Allah bagi dunia. Tugas kitalah secara pribadi untuk secara unik merespons panggilan umum ini dengan memutuskan pekerjaan apa yang kita pilih, sesuai dengan bakat, talenta, karunia, keprihatinan-sosial, keterbatasan dan lain sebagainya yang kita miliki. Tak ada pekerjaan yang terlalu remeh hingga direndahkan Allah; tak ada pekerjaan yang terlalu mulia hingga Allah membutuhkannya bdk. Mat. 2521, 23. Seremeh atau semulia apa pun sebuah peran di mata kita, semuanya hanyalah ludah dan tanah. Integritas, kesetiaan dan kegembiraan dalam mengerjakannyalah yang lebih penting. Bukan jenis pekerjaan atau produk yang dihasilkannya. Douglas James Schuurman, dalam bukunya, Vocation Discerning Our Callings in Life 2004, menunjukkan sebuah prinsip yang sangat menarik. Maka, setiap saat seorang Kristen menunjuk pada wilayah-wilayah tertentu seperti pasangan hidup, orangtua, teman, warganegara, pengacara, pendeta dan sebagainya, sebagai panggilan, orang Kristen itu ditantang untuk menafsirkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam wilayah-wilayah itu dalam terang panggilan untuk mencintai Allah dan sesama. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melayani sesama, mereka harus dipandang “seperti untuk Tuhan.” Tindakan melakukannya merupakan sebuah respons yang penuh iman pada panggilan Allah di dalam situasi khusus seseorang. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melukai sesama, mereka harus ditolak demi Tuhan, yang telah mati bagi semua orang. Wilayah-wilayah tersebut harus diubahkan, jika mungkin, sehingga semuanya memungkinkan aksi-aksi yang melayani sesama. Seseorang tidak dipanggil untuk menjadi seorang Kristen “secara umum;” seseorang dipanggil untuk menjadi seorang Kristen di dalam lokasi sosial yang khusus yang saat ini dijalaninya, sebagaimana seorang ibu pada anak-anaknya, seorang warganegara pada negaranya dan sebagainya. Seseorang tidak sekadar dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir; seseorang dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir sebagai seorang Kristen “di dalam Tuhan.” Kewajiban-kewajiban khusus merupakan panggilan sejauh panggilan untuk menjadi seorang Kristen diwujudkan melaluinya. Joas Adiprasetya joyful weekend 15 Oktober 2010
do the best let god do the rest artinya