Sebabselama lebih dari sepuluh tahun yang saya perhatikan belakangan ini( kecuali tahun kemarin), 1 syawal dan juga lebaran hajji selalu jatuh pada hari (berdasarkan IDL Greenwich) yang sama dengan 1 syawal di Arabia. upacara ritual ini melibatkan para pengikutnya menikmati seks satu sama lain atas nama setan. Fakta ini dibuktikan juga Simakulasan lengkapnya berikut ini. 1.Bertemu Nyi Roro Kidul dengan puasa Karena Ridho Allah adalah yang paling berkuasa di atas bumi ini," ujar Anshori mengiringi perjalanan tim penelusuran ke 'ruang Berdasar data Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011 diketahui bahwa rata-rata masyarakat Indonesia mengkonsumsi Cermatidata berikut ini! mengiringi ritual kematian mendinginkan air upacara memanggil hujan sebagai genderang perang sebagai alat upacara Dari pernyataan pernyataan di atas, yang bukan fungsi Nekara ditunjukkan Read More Soal USBN Sejarah Ciri kehidupan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tahap awal Doni Setyawan | Mei 25, 2020 Perhatikanhal-hal berikut. Balok meluncur dari keadaan diam pada sebuah bidang miring licin sepanjang 50 m. apabila percepatan balok 4 m/s², balok akan sampai di dasar bidang miring dalam waktu . . .s. Diskripsi tentang hobby sepakbola dan badminton bahasa Inggris; Terangkan masuknya Islam ke Indonesia menurut teori makkah! Kebudayaanini, juga ditambah lagi dengan ritual Jerman dan ritual Yule dari Celtic, ketika suku Teutonic memasuki Galia, Inggris dan Eropa tengah. Makanan dan berkumpul bersama-sama, balok kayu Yule dan kue-kue Yule, hijau-hijauan dan pohon cemara, hadiah-hadiah dan ucapan selamat semuanya menjadi hal-hal yang dilakukan dalam memperingati seni budaya merupakan hasil dari manusia. Pada umumnya upacara kematian dilakukan dengan cara dikubur, namun ternyata ada sejumlah daerah-daerah di Indonesia yang memiliki sejumlah tradisi yang berbeda dari upacara kematian umumnya. Sebenarnya tradisi-tradisi tersebut adalah peninggalan kebudayaan sebelum datangnya agama Islam dan kristen ke Indonesia. Berikut 14 tradisi unik upacara kematian di Rambu Solo’ - Toraja SelatanUpacara kematian Rambu Solo’ diselenggarakan secara besar-besaran. Persiapan upacara ini dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sementara menunggu persiapan selesai, jasad yang akan dimakamkan di semayamkan terlebih dahulu dalam sebuah peti. Upacara ini disertai dengan upacara penyembelihan berbagai hewan ternak, terutama kerbau. Semakin tinggi status sosial maka semakin banyak kerbau yang akan disembelih. Jumlah kerbau tersebut dapat berkisar antara 24 – 100 ekor. Brobosan dilakukan dengan cara berjalan mondar-mandir sebanyak 3 kali dimulai dari sisi sebelah kanan keranda menerobos bagian bawah keranda jenazah yang sedang diangkat tinggi-tinggi. Ritual ini dilakukan sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman. Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk menghormati orang yang sudah meninggal serta mengambil tuah dari orang tersebut. Misalnya jika orang tersebut berumur panjang ataupun memiliki ilmu yang tinggi. Dipercaya bahwa semua tuah itu akan menurun pada anggota keluarga yang melakukan brobosan. Jika yang meninggal masih anak-anak maka tradisi ini tidak ini berupa proses kremasi atau pembakaran jenazah. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Jika pihak yang meninggal tersebut berasal dari kasta tinggi maka upacara ngaben akan segera dilaksanakan. Sebaliknya jika orang tersebut berasal dari kasta rendah maka jenazahnya biasanya dikuburkan terlebih dahulu untuk kemudian digali kembali ketika akan diselenggarakan ngaben. Upacara ini dapat memakan waktu hingga berhari-hari. Puncaknya adalah pembakaran jenazah beserta kerandanya yang berbentuk lembu atau vihara. Berhubung upacara ini dapat menelan biaya yang mahal maka bagi orang yang tidak memiliki cukup uang dapat menyelenggarakan upacara ini secara kolektif. 4. Saur Matua - Sumatera UtaraUpacara ini dilakukan khusus untuk seseorang yang meninggal pada saat semua anaknya sudah menikah dan memiliki anak. Dalam upacara ini ada pembagian khusus terhadap hewan yang disembelih kepada pihak-pihak yang meninggal di desa ini tidak dikuburkan maupun dibakar. Jenazah akan diletakkan di bawah sebuah pohon yang disebut taru menyan. Jenazah hanya akan ditutupi dengan sungkup bambu. Di sekitarnya diletakkan beberapa perlengkapan mendiang. Dikabarkan bahwa meskipun demikian tempat ini tidak mengeluarkan bau busuk. Hal ini dipercaya disebabkan oleh pohon taru menyan yang menaungi tempat tersebut mampu melenyapkan bau-bau yang dihasilkan oleh mayat-mayat yang diletakkan di adalah sebuah kepercayaan peninggalan zaman megalitikum. Upacara kematian dengan menggunakan tradisi ini masih sarat dengan kepercayaan akan kekuatan roh nenek moyang. Upacara kematian marapu dapat menelan biaya yang sangat mahal. Hal ini disebabkan karena ada sejumlah hewan ternak yang harus disembelih sepanjang prosesi ini. Oleh karenanya upacara kematian ini dapat ditunda hingga bertahun-tahun seteah kematian seseorang. Penganut kepercayaan marapu juga memakamkan jenazah dalam posisi seperti janin dalam rahim. Kuburan yang digunakan juga unik yaitu berupa batu yang diberi lubang dan kemudian ditutup dengan batu lagi. Tradisi ini tentunya mengingatkan kita pada sarkofagus dari zaman batu ya dulu orang-orang di Minahasa dikuburkan dalam sebuah kotak batu yang ditutup dengan sebuah penutup berbentuk limas segiempat. Jenazah diletakkan dalam kotak batu yang disebut waruga dalam posisi tumit menyentuh pantat dan muka mencium lutut. Tradisi ini kemudian dilarang sekitar tahun 1870’an oleh Belanda menyusul merebaknya wabah pes dan Mumifikasi suku Asmat - PapuaTidak sembarang jenazah yang dimumifikasi oleh suku Asmat. Tradisi ini hanya dilakukan pada jenazah-jenazah kepala suku atau orang-orang tertentu yang memiliki posisi penting dalam suku tersebut. Kalau kita perhatikan dari ulasan-ulasan sebelumnya sepertinya posisi memeluk lutut itu memang posisi sakral dalam kepercayaan animisme – dinamisme ya Iki Palek suku Dani - PapuaJika ada bagian anggota keluarga yang meninggal maka anggota keluarga yang masih hidup akan memotong ruas jari tangannya. Hal ini merupakan simbol kedukaan. Umumnya hal ini hanya dilakukan oleh wanita tertua di keluarga tersebut, namun ada juga kaum lelaki yang ikut melakukannya sebagai simbol kesetiaan. Proses pemotongan jaripun dilakukan dengan spontan menggunakan benda tajam ataupun menggunakan gigi alias digigit hingga putus. 10. Tiwah suku Dayak - Kalimantan TengahProsesi ini dilakukan oleh penganut agama kaharingan. Jasad yang sudah dikuburkan kemudian digali. Tahapan selanjutnya adalah pensucian tulang-belulang tersebut melalui suatu upacara khusus disertai dengan penombakan sejumlah hewan ternak. Tahapan akhir adalah meletakkan tulang-belulang tersebut ke dalam sebuah tempat khusus yang tidak menyentuh Sirang-sirang suku batak marga Sembiring – Sumatera UtaraSirang-sirang merupakan upaca kremasi yang diduga merupakan pengaruh agama hindu. Abu jenazah yang sudah dibakar kemudian dilarungkan ke sungai. Tradisi ini hanya dilakukan zaman dulu. Tradisi ini berhenti dilaksanakan karena dianggap rumit dan mengerikan. Faktor lainnya adalah karena masuknya pengaruh agama Islam dan Kristen dalam marga Kuburan bayi Kambira - TorajaProsesi ini berlaku bagi bayi-bayi asal Tana Toraja yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Pohon yang dijadikan lokasi pemakaman adalah pohon Tarra yang memiliki banyak getah. Jenazah bayi akan dimasukkan dalam lubang yang dibuat pada pohon tersebut tanpa berbalut kain. Tujuannya adalah agar bayi tersebut dapat terlahir kembali lewat rahim yang Makam di atas Tanah dayak Benuaq - KalimantanMasyarakat dayak Banuaq tidak menguburkan jenazah orang yang sudah meninggal di dalam tanah. Pada saat pertama kali meninggal, jenazah akan dimasukkan dalam kayu bulat dan digantung di sekiar rumah hingga menjadi tulang belulang. Setelah itu akan dilakukan upaca pemberkatan dan tulang-belulang tersebut akan dipindahkan ke dalam kotak kayu ulin yang permanen. Kotak kayu ini disangga oleh beberapa Batu Lemo - Tana TorajaPara bangsawan Tana Toraja akan dikuburkan dalam bukit batu. Sebuah lubang berukur 3 x 5 pada bukit tersebut biasanya diisi oleh satu keluarga. Di masing-masing lubang biasanya ada sejumlah patung kayu yang disebut tao-tao. Nah itu tadi 14 tradisi unik upacara kematian yang ada di Indonesia. Bagaimana menurut Sobat Kumparan sekalian, apakah kalian berminat untuk menyaksikan secara langsung upacara tersebut? Home Lainnya 41 bulat, didalamnya beralaskan tikar. Penguburan harus dilakukan jam 1 satu siang. Malam harinya langsung diadakan acara Keleku ucapan syukur. 72 Dalam buku Dunia Orang Sawu karangan Nico L. Kana, ada beberapa istilah atau nama dari proses ritual yang dilakukan dalam Made Nata Mati Manis yang berbeda dengan informan yang diwawancarai penulis. Berikut adalah pemaparan yang dilakukan oleh Kana 73 tentang ritual Made Nata. Penetapan jenis upacara tergantung kepada hasil musyawarah diantara anggota kepala keluarga ina ama amu dalam kelompok dara amu di tempat orang yang meninggal tersebut menjadi warga. Keputusan ini sangat bergantung pada potensi ekonomi warga dara amu yang bersangkutan dan juga pada hubungan tolong-menolong antara almarhum dengan orang-orang di sekitarnya, yakni apakah semasa ia hidup, ia banyak memberi bantuan atau tidak kepada mereka. Selain itu tingkat usia juga dapat dijadikan faktor bagi keputusan yang akan diambil. Akibatnya, untuk pemuda atau anak-anak upacaranya sederhana saja, sedangkan bagi orang lanjut usia diusahakan upacara yang lebih lengkap dan mewah menurut kemampuan ekonomi kelompok dara amu-nya. Upacara yang sederhana dan dinilai terendah disebut Hogo wie Deo masak untuk Dewa. Yang lebih tinggi dari itu adalah Hae Awu naik kapal dan yang lebih tinggi lagi ialah Peake diikat. Yang lebih tinggi lagi di sebut Para Ki’i memotong kambing dan yang paling tinggi ialah upacara Tao Leo membuat teratak atau rumah. i. Upacara Hogo Wie Deo Ketika seseorang akan menghembuskan napas terakhirnya, padanya ditegukkan minuman ai lango jara air minyak perjalanan. Terdiri dari sebagian kecil hati binatang, 3 tiga butir beras yang kulitnya telah dikupas dengan tangan bukan beras tumbuk, 3 tiga 72 Hasil wawancara dengan bapak DTB 40 tahun, pada 15 Januari 2012, di kediaman bapak DTB, pada pukul WITA 73 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , 42 sayatan minyak babi yang selama itu disimpan di loteng bagian perempuan, semuanya dimasak dalam periuk kecil atau yang disebut aru kuku, terbuat dari tanah dan biasa di gunakan untuk memasak makanan untuk anak kecil. Sebelum dikubur jenazah dibungkus dan diikat, umbai-umbai selimut Sabu diikatkan pada jenazah, kaki dan tangannya diikat dan dikenakan sabuk yang disebut dari dulu ai tali timba air. Apabila jenazah sudah terletak di liang kubur sabuk pun dilepaskan. Di sisi jenazah segera diletakkan sirih pinang dan tembakau, sedangkan ke mulutnya di masukkan sekeping uang logam dan cincin. Sesudah penguburan, hati anak babi atau disebut ana wawi lebo ade anak babi yang di lubangi hatinya diletakkan sebagai sesaji di atas kubur. Sore hari barulah bekas-bekas upacara seperti ikatan tali ikatan, wadah bekas minuman dan sebagainya itu dibuang ke tempat pembuangan di luar yang disebut kolo malaha. Sesudah jenazah dikuburkan, keesokan harinya diselenggarakan upacara “memasak untuk dewa” dengan menyembelih seekor babi sebagai tanda penutup upacara dan memohon agar kematian tidak berulang di rumah tersebut. Jika keluarga almarhum merupakan orang berada maka hewan yang dikurbankan seringkali lebih besar lagi. ii. Upacara Hae Awu Upacara kematian ini diawali pada saat si sakit akan menghembuskan napas terakhirnya. Ia akan diberi minum ai lango jara juga sampai 3 tiga kali, dari kaba rai wadah yang terbuat dari tanah, sambil diusapkan kepadanya. Jika ia ternyata sudah mati maka perbuatan ini hanya dilakukan secara simbolik. Untuk upacara ini yang disembelih adalah ayam, tetapi jika keadaan ekonominya lebih baik masih akan ditambah dengan kambing dan babi. 43 Sesudah yang bersangkutan benar-benar mati dilakukanlah perihe ri nga’a ri nginu disisakan makanan dan minuman, yakni membunuh hewan yang sebagian dagingnya dipersembahkan bersama makanan dalam wadah yang diletakan di sisi kiri dan kanan almarhum. Sesudah itu baru almarhum dimandikan. Seluruh tubuh almarhum diolesi dengan nyiu woumangi kelapa harum, yakni kunyahan kopra dan irisan kayu cendana, sedangkan rambutnya diolesi dengan parutan kelapa campur minyak babi. Ampas kelapa olesan itu lalu ditaburkan ke sekeliling pusar sedangkan sepotong kayu kemeyan yang disebut kerani di taruh di dalam lubang pusarnya itu. Sementara itu seuntai biji damar atau biji nitas dibakar dekat kemenyan tersebut. Kegiatan ini disebut tunu ahu membakar pusar. Jenazah lalu disiapkan dengan dihiasi baik-baik agar diterima para leluhur menumpang perahu yang akan membawanya ke dunia gaib. Jenazah lalu di bungkus dengan selimut atau sarung yang berwarna merah yang di sebut ai mea higi taba. Sebelum dibungkus di pinggang almarhum di selipkan sirih pinang, jagung rote, kacang hijau dan kelapa kering. Bungkusan jenasah lalu diikat pada bagian tangan, pinggang dan kakinya pun diikat dengan pelepah daun lontar yang dibuat khusus untuk itu. Tali ini di sebut dari wodue api keriu tali dua “urat” yang dipintal ke kiri, dan sebagai pengikat ia dinamai dari dulu ai nginu pa rujara la hedapa Deo tali timba air minum di jalan ke hadapan Dewa Dalam keadaan ini jenazah di baringkan dibalai-balai utama di dalam rumah sambil dikitari warga perempuan sepanjang malam. Esok hari para pelayat berdatangan. Pelayat perempuan berkerudung sarung atau disebut leo kolo tudung kepala dan sambil merangkul warga perempuan almarhum merekapun bertangis-tangisan. Para pelayat laki-laki diterima keluarga lelaki almarhum. Pada saat itulah para warga laki-laki itu memusyawarahkan bentuk upacara kematian buat almarhum. Penguburan berlangsung esoknya. Jenazah dibawa keluar melalui pintu anjungan dengan kaki lebih dahulu, kemudian diletakkan dalam liang kubur yang sudah dialasi sehelai 44 tikar. Sesudah itu barulah tali ikat jenazah dibuka. Penguburan pejabat pemimpin upacara umumnya dilangsungkan malam hari, dengan kepalanya ditudungi gong, sedangkan posisi badannya duduk diatas kulit kerang. Sebelum upacara penguburan ini di lanjutkan dengan penimbunan tanah maka diucapkanlah kata-kata perpisahan dan rasa terima kasih keluarga. Malamnya sanak saudara almarhum datang berkunjung lagi. Pada malam itu dituturkan sisilah, pedai huhu kebie bicara susunan silsilah, baik menurut garis lelaki atau pun perempuan si almarhum. Disinilah sering para pengunjung mengetahui lebih jelas lagi hubungan kekerabatan mereka dengan almarhum ataupun dengan sesama pengunjung itu sendiri. Upacara pada hari ketiga adalah upacara pemo yang berarti upacara memberisihkan. Sumbangan hewan besar seperti kuda atau kerbau atau pun hewan kecil seperti babi atau kambing, makanan, selimut, ikat kepala dan sirih pinang dibawa oleh para penyumbang ke rumah juga disiapkan. Seusai ini akan dilakukan imbalan buat para pengunjung yang memberikan sumbangan. Penyumbang seekor hewanakan menerima dua kali seperempat bagian hewan tersebut sebagai imbalan. Penyumbang makanan dan lainnya akan menerima imbalan berupa makanan dan potongan daging hewan. Pembagian wadah makanan ini disebut pekepala pai pembagian besek. Malamnya diadakan lagi pembacaan silsilah, yang pada hakikatnya merupakan tapeele ne hedui herui untuk menghabiskan susah dan duka. Esoknya merupakan logo pengahe hari berhenti yang tanpa upacara khusus. Makanan sisa kemarin disuguhkan dan karenanya disebut woubai makanan basi. Hari ke lima diperuntukkan untuk upacara haga, yang menandai selesainya urusan si mati dengan dunia orang hidup dan hemanga roh almarhum agar berangkat ke dunia gaib tanpa di halangi wango kekuatan yang negatif. 45 Gambar 4. Upacara Haga pada peristiwa kedukaan 74 Pembawa ayam orang yang tidak memakai baju adalah pemimpin upacara, berdiri berhadapan dengan keluarga terdekat almarhum. Upacara ini harus dilakukan didalam kampong dengan membelakangi pintu toka dimu gerbang timur dari kampung Menutup rangkaian upacara kematian Hae Awu dilakukan malam hari, dengan upacara raja daru amu memaku rumah, yang diperuntukkan hanya diantara anggota keluarga almarhum. Bagian-bagian rumah yang penting ditancapi ruhelama daun selamat, yakni daun lontar yang disilang-silangkan dan dipaku dengan lidi. Dengan memaku ini dimaksud seluruh rumah dan penghuninya dilindungi dari kematian, agar tidak melanda lagi. iii. Upacara Para Ki’i Dalam upacara memotong kambing ini, segera sesudah penderita penyakit meninggal dilakukanlah upacara pemberian air minum minyak perjalanan juga, yang dicampur dengan 3 butir beras dalam tempurung minuman baru dengan sendok tempurung yang baru pula. Seekor ayam dibunuh pula, dengan cara dilubangi untuk diambil hatinya. Jika pihak keluarga almarhum cukup kaya, maka juga akan disembelih anak babi dan anak kambing. Pembawa berita kematian tidak boleh masuk begitu saja ke rumah atau kampung pemimpin upacara. Ia akan berdiri di luar pagar kampong sambil mengabarkan kabar 74 Gambar diambil dari dari buku Nico, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983, 46 dukacita tersebut. Rasa dukacita dinyatakan tuan rumah dengan berdiri dipagar kampung sambil melemparkan telur dan abu dalam terpurung kearah gerbang. Tindakan ini disebut lole awu tabe kolo mambawa abu menerpa kepala. Ia lalu meletakkan sedikit irisan daging kerbau dan kacang hijau dan gemuk babi campur air dingin di batu khusus. Hari ke-2 dua dilangsungkan upacara peraba kebao saling merampas kerbau. Hewan yang dibunuh itu direbut dagingnya beramai-ramai oleh hadirin. Hal ini konon untuk menandai kekayaan keluarga almarhum. Esoknya dilakukan upacara pemo memberisihkan. Esoknya lagi istirahat dan hari ke-5 lima diselenggarakanlah upacara haga yang juga diikuti upacara pemanggilan roh yang hidup dan akhirnya menanyai tombak. Sesudah itu baru dilakukan penutupan kembali dinding di bagian anjungan rumah atau labu laba pebare. Untuk upacara penutupan dinding itu Deo Rai diundang ke rumah almarhum untuk menyembelih kambing buat upacara. Ada kalanya ini diikuti dengan mencelupkan buah lontar ke dalam cairan mengkudu lalu mengusir roh orang mati ke luar rumah itu dengan mengibas-ibaskan daun waru ke pelbagai penjuru. iv. Upacara Tao Leo Yang disebut upacara kematian “membuat rumah atar teratak” ini paling kompleks penyelenggaraannya karena paling tinggi kedudukannya. Untuk itu didirikan teratak tempat orang-orang menari. Sambil menanti kedatangan orang-orang yang diundangi, jenazah dimandikan, diolesi minyak dan “bakar pusar”, dibungkus sarung atau selimut atau dibaringkan tepat di bagian batas anjungan dan buritan rumah. Anak babi dan anak kambing kemudian dilubangi hatinya dan diikuti pemberian minuman “minyak perjalanan” bagi almarhum. Hewan-hewan persembahan itu disajikan buat para leluhur, sedangkan pemberian minuman dilakukan sampai 3 tiga kali sambil diiringi penendangan 3 tiga kali pula 47 dinding anjungan. Tindakan ini melambangkan pengusiran kekuatan wango dari dalam rumah. Sesudah itu semua perhiasan dan pakaian dikenakan pada jenazah. Hal ini dikarenakan si mati sedang dalam perjalanan ke dunia gaib dan karena itu dianggap perlu berdandan sebaik mungkin. Bahkan harus diolesi agar bau tubuhnya pun harum. Sesudah siap pemimpin upacara lalu melakukan upacara “penembakan” dengan bedil tua yang pucuknya diarahkan ke barat. Maka menyusullah pembuatan leo dapi = teratak tikar yang bahannya terdiri dari 2 dua batang kayu dadap atau aju kare, sembilan tiang dan kayu-kayu palang, dinding anjungan, sehelai tikar kecil serta sejumlah tikar lebar. Dinding dan tikar kecil itu dilambangkan sebagai layar perahu. Pemasangan teratak ini didahului oleh makan bersama, yakni berlauk kerbau atau ditambah dengan daging babi. Hari ke-2 dua, fajar menyising, teratak harus diberi “makan” dan disebut pengaa’leo depi. Untuk dipotong seekor kerbau dan seekor babi. Sesudah itu sarapan bersama pun dilakukan dan disambung dengan tari-tarian sampai malam hari. Pada malam hari ke-3 tiga dilangsungkan oro rai jelajahi tanah menceritakan kebaikan almarhum atau pun orang-orang dalam garis keturunan lelaki dari almarhum, yang sudah mati. Hari ke-4 empat diundang orang yang melakukan upacara huri mada dere mencoret mata gendang; yang dimaksud ialah kulit tambur yang ditabuh. Mata gendang dan sejumlah gong kemudian dicoret dengan tanda silang +. 48 Gambar 5. Upacara Huri Made Dere pada waktu kedukaan. 75 Pemberian tanda + pada gendang ialah bagian dari upacara yang berlangsung sampai berhari-hari. Sekalipun demikian, upacara ini sering berlangsung dengan khidmat Saat mencoreti gendang si pelaku mengucapkan mantra, li mangau, bagi almarhum dan tokoh leluhur mitis bernama Ago Rai yang dianggap datang menjemput almarhum. Sesudah itu dilanjutkan dengan banyo, lagu duka. Sesudah itu dilangsungkan kata-kata hiburan dan pujian bagi para pelayat. Hari ke-5 lima masih dilanjutkan dengan tarian di bawah teratak. Menjelang sore hari berlangsung upacara perebutan daging kerbau sembelihan. Sebelum dipotong hewan- hewan itu, lazimnya 2 dua ekor kerbau dan seekor kuda, oleh pemimpin upacara diberi kelapa harum di telinganya sambil diriingi pengucapan mantra. Hari ke-6 enam ialah lodo pemo, hari pembersihan dan penutupan dinding anjungan. Dilanjutkan dengan memakan makanan sisa. Sedangkan haru ke-7 tujuh, hari terakhir, diisi dengan memaku erat-erat, raje pebare, dan memaniskan semua tempat yang telah digunakan untuk upacara dengan menyirami dengan air gula lontar. Mantra yang diucapkan selain memohon berakhirnya 75 Gambar diambil dari dari buku Nico, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983, 49 kematian buat rumah itu juga sekaligus buat pemeberkahan bagi seisi rumah yang ditinggal si mati. Analisa Dari penjelasan diatas, jelas terlihat ada banyak sekali proses atau ritual yang dilakukan jika ada anggota keluarga yang meninggal. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk orang yang telah meninggal tetapi juga bagi keluarga yang ditinggalkan. Dari pihak keluarga yang masih hidup diperlukan tindakan ritual agar yang anggota keluaga yang sudah meninggal terjamin keadaannya “di alam sana” dan pihak yang hidup tidak dilanda “pengaruh buruk” baik itu perasaan dan kehilangan identitas, atau mendapat gangguan roh si mati akibat suatu kematian melainkan memperoleh berkat. 76 Dalam tahapan ritual untuk Made Nata mati manis, terdapat lima bentuk upacara yang dapat dipilih oleh keluarga. Penetapan jenis upacara yang dilakukan tergantung pada potensi ekonomi keluarga dari yang meninggal tersebut dan hubungan antara orang yang meninggal dengan sanak saudara, handai taulan dan kenalan baik atau tidak. Dari sini terlihat bahwa hubungan atau relasi yang baik antara sesama manusia sangat diperhitungkan. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat Sabu tentang hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan pihak lain seperti, manusia lain, alam serta kekuatan gaib sehingga relasi yang baik antar sesama manusia sangat diperhatikan. Dari kelima bentuk upacara yang dilakukan terdapat persamaan tindakan pertama dalam memulai proses ini, yaitu jenazah diberi minum ai lango jara air minum perjalanan. Penulis melihat hal ini dikarenakan arti atau makna kematian bagi orang Sabu adalah sebuah perjalanan menuju alam gaib untuk berkumpul dengan para leluhur. Arwah 76 Ninik Dwiyantu S., Pengaruh Adat Tionghoa di Sekitar Kematian dalam Kehidupan Bergereja- Skripsi Salatiga Universitas Kristen Satya Wacana, 1990 hal. 30 50 orang yang meninggal tidak langsung akan berkumpul dengan para leluhur karena arwah para leluhur tidak berada di pulau Sabu tetapi di Yuli Haha tanjung Sasar dekat pulau Sumba. Oleh karena itu perlu di beri minum ai lango jara untuk bekal menuju alam gaib. Sama halnya ketika keluarga memberi satu uang koin logam ke mulut jenazah, ataupun memakaikan pakaian adat yang bagus serta didalam petinya ditaruh sarung ataupun selimut, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi bekal bagi orang yang telah meninggal untuk digunakan di alam gaib. Dalam budaya Sabu, biasanya ada yang masih memberikan atau menyediakan makanan bagi orang yang telah meninggal, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa orang yang sudah meninggal itu masih ada. Jika ada anggota keluarga yang bermimpi bertemu dengan orang yang telah meninggal maka keluarga merasa ada yang ingin disampaikan oleh orang yang telah meninggal itu atau merasa bahwa orang yang telah meninggal tersebut sedang merasa lapar sehingga perlu diberi atau disediakan makanan. Dalam budaya Sabu, yang membawa satu barang atau hantaran bagi orang yang meninggal biasanya per satu desa bukan perorangan. Hal ini berbeda dengan kebudayaan orang Sabu yang telah tinggal diluar Sabu. Mereka biasanya membawa hantaran secara pribadi bukan kelompok. Pada waktu dilakukan pemotongan hewan yang merupakan hantaran dari keluarga, maka bagian kepala, dada dan isi perut di bawa kembali oleh tuan atau pemilik binatang, sedangkan sisanya diberikan kepada keluarga yang berduka. Barang atau hewan antaran dari keluarga atau kenalan akan dicatat sehingga ketika keluarga tersebut mengalami pesta atau acara lain termasuk kematian maka akan “dibalas” kembali oleh keluarga yang telah diberikan hantaran tersebut. Barang yang dibawa tidak harus sama baik jumlah atau pun jenisnya, tetapi hal ini dilakukan agar saling mengingat satu sama lain atau biasa disebut sistem balas jasa, sehingga apa yang kita lakukan kepada orang lain, maka hal itu yang akan di tambahkan pada kita. 51 Dalam buku Dunia Orang Sawu, Kana mengatakan bahwa kubur orang yang mati secara wajar ialah dibawah kolong balai-balai tanah atau disebut Kelaga Rai. Bila lelaki, maka kuburannya ditempatkan di bagian anjungan depan, sedangkan perempuan dikubur di bagian buritan belakang. Liang kubur bagi kematian manis berbentuk lubang melingkar. Jenazah dibaringkan pada sisi badan dengan lutut tertekuk ke dada, bagian depan jenazah lelaki diarahkan ke barat sedangkan perempuan ke timur. Hal ini melambangkan keadaan manusia di dalam rahim ibu, karena tanah merupakan lambang sosok seorang ibi. Adapun kuburan untuk kematian asin berbentuk persegi empat, terletak memotong arah panjang rumah di bagian sisi anjungan. Jenazah orang mati asin dikubur terlentang dengan kepala terletak kearah bagian depan rumah yang dipilin sedemikian rupa sehingga wajahnya menghadap ke bawah. 77 Jika berbicara tentang kuburan orang Sabu yang sederhana dan berada di bawah beranda rumah serta tidak banyak ornamen atau penanda yang menandakan adanya kuburan, penulis menilainya sebagai sebuah sikap sederhana sehingga mereka tidak menghias kuburnya dengan banyak ornamen. Selain itu adanya anggapan bahwa orang mati tersebut masih ada bersama-sama dengan keluarga sehingga mereka menguburnya di bawah beranda rumah agar sosoknya dirasa tetap tinggal bersama dengan mereka. Hal ini berpengaruh pada tindakan mereka yang masih memberikan makan untuk orang yang meninggal karena dianggap orang tersebut masih ada bersama-sama dengan mereka. Pada penjelasan-penjelasan diatas jelas terlihat bahwa adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Namun sebelumnya penulis ingin memaparkan sedikit tentang kedudukan perempuan dalam kehidupan orang Sabu. Dalam pandangan Orang Sabu, perempuan ternyata memiliki tempat yang tinggi. 78 Mereka sering mengumpamakan 77 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , 78 Ibid, hal. 23-24 52 matahari sebagai laki-laki sedangkan perempuan sebagai bulan, ataupun bumi sebagai laki- laki dan laut sebagai perempuan. Dalam pembagian kerja yang berdasarkan jenis kelamin di Sabu pada hakikatnya bukan karena laki-laki lebih tinggi kedudukannya daripada pihak perempuan, akan tetapi yang ingin ditonjolkan dengan adanya pembagian kerja adalah sifat keduanya saling melengkapi satu dengan yang lain, sehingga bersifat sederajat dan selaku teman sekerja. Hal ini sama dengan ajaran Kristen tentang kedudukan perempuan dan laki-laki dalah hal rumah tangga bahwa suami dan istri memiliki hubungan yang setara atau sebagai mitra kerja. Padahal pandangan orang Sabu tentang kedudukan perempuan telah ada jauh sebelum mereka mengenal agama Kristen. Penulis melihat adanya kesamaan antara ajaran orang Sabu dan ajaran agama Kristen. Bagi orang Sabu yang sudah tidak menetap lagi di pulau Sabu, biasanya tidak lagi melakukan ritual tersebut secara penuh. Mereka biasanya hanya melakukan ritual Huhu Kebie, “memberi makan” orang yang telah meninggal, atau pun menutupi jenazah dengan sarung perempuan dan selimut lelaki sesuai dengan strata sosial keluarga masing- masing. Ada pun yang masih memberikan sarung, selimut atau pun pakaian ke dalam peti jenazah sebagai bekal di dunia gaib. Dari pemaparan diatas juga dapat diidentifikasi bahwa pendampingan pastoral tidak hanya dilakukan oleh orang yang telah ahli atau profesional tetapi pendampingan pastoral lebih luas maknanya yaitu dapat dilakukan oleh siapa saja orang Kristen yang mau membantu orang lain baik yang ada didalam komunitas atau lingkungannya atau pun yang tidak. Hal ini dikarenakan pendampingan pastoral terutama mengacu pada semangat, tindakan, memedulikan dan mendampingi secara generik. Selain itu juga, jika kita melihat ritual yang dilakukan pada suku Sabu maka terlihat hampir sama dengan masyarakat tradisioanal lainnya, yaitu semua orang dalam lingkungan 53 atau komunitas terbesar atau dalam masyarakat dan komunitas terkecil atau keluarga inti dapat melakukan pendampingan. Jadi mereka saling menguatkan satu dengan yang lain sehingga keluarga yang berduka tidak merasa sendiri dalam kedukaannya, karena ada banyak orang yang memperdulikan kesedihannya. Oleh karena itu penulis ingin melihat bahwa sikap memedulikan sangat penting manfaatnya bagi orang yang sedang mengalami krisis. Sikap ini merupakan jalan masuk bagi seseorang yang ingin melakukan pendampingan pastoral. Hal ini di dapat penulis ketika melakukan observasi atau wawancara terhadap beberapa informan. Mereka sangat merasakan perhatian yang besar dari keluarga dan teman yang datang menunjukkan rasa peduli mereka terhadap kedukaan orang yang berduka sehingga mereka tidak berlama-lama dalam kedukaannya. Dari kelima jenis upacara tersebut yang telah dipaparkan diatas, maka terlihat bahwa ada makna pendampingan pastoral tidak langsung yang dilihat oleh penulis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa temuan penulis tentang adanya makna pendampingan pastoral pastoral tidak langsung dalam ritual adat yang dilakukan, yaitu 1 Menyembuhkan Healing, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Penulis melihat fungsi ini didalam proses yang ada dalam ritual kematian suku Sabu. Seperti dalam ritual Huhu Kebie, dimana selain mengucapkan silsilah keturunan dari orang meninggal juga ada syair yang menunjukan bahwa hidup harus terus berlanjut sehingga tidak usah bersedih terlalu lama. Menurut penulis dalam ritual ini, keluarga mendapatkan fungsi pastoral menyembuhkan dari orang yang bisa melakukan ritual huhu kebie, karena secara tidak langsung dapat orang yang melantunkan syair itu telah memberikan semacam motivasi untuk terus 54 melanjutkan hidup karena kita yang hidup telah hilang ketergantungan dengan orang yang telah mati. 2 Menopang Sustaining, yaitu suatu fungsi pastoral yang menolong orang yang “terluka” untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang didalamnya terdapat pemulihan terhadap kondisi semula. Penulis melihat hal ini lewat kedatangan keluarga, kenalan dan handai taulan yang datang secara bersama-sama. Secara tidak langsung memberikan fungsi pastoral menopang agar keluarga yang berduka dapat bertahan di dalam masa berkabungnya. 3 Dalam ritual ini, penulis juga melihat fungsi memberdayakan empowering yang oleh Totok S. Wiryasaputra dalam buku Ready to Care 79 adalah untuk membantu orang yang didampingi menjadi penolong bagi dirinya sendiri pada masa depan ketika menghadapi kesulitan kembali. Bahkan, fungsi ini juga dipakai untuk membantu seseorang menjadi pendamping bagi orang lain. Hal ini tampak dalam keseluruhan ritual kematian yang dilakukan, yaitu bahwa orang yang datang ke rumah duka dan melihat ritual tersebut dilakukan maka mereka melihat dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga yang berduka di bantu oleh kelompoknya untuk bisa bertahan dalam masa berduka dan ada rasa kekeluargaan yang tampak sehingga ketika kedukaan itu terjadi pada mereka, mereka telah mengetahui cara untuk bertahan dikala duka dan bisa memakai beberapa makna dari ritual ini untuk membantu orang lain yang sedang berduka. b Made Haro Mati Asin Dalam jenis Made Haro mati asin, maka akan diterima dengan menggunakan adat, yaitu dengan menggunakan genua bawang putih dan gula Sabu. Orang yang melayat pun 79 Totok S. Wiryasaputra, Ready to Care., 92-93 55 tidak diperbolehkan makan makanan di tempat orang yang meninggal, karena jika dilanggar maka akan ada dampak yang ditimbulkan seperti hewan ternak yang akan mati secara tiba- tiba. 80 Made Haro atau mati tidak layak, contohnya kematian yang disebabkan karena kecelakaan, yang meninggal karena bersalin dan lain-lain sehingga harus segera dikubur. Oleh karena hanya orang-orang tertentu yang boleh melayat. Orang yang melayat akan menerima makanan dari luar dan 3 tiga hari 3 tiga malam baru boleh kembali dari rumah. Yang mengatar makanan hanya boleh mengantar makanan sampai di depan Darra Roe atau pintu gerbang saja. Mayat orang yang mati karena kecelakaan, dikuburkan diluar rumah dan bentuk kuburannya persegi panjang. Upacara ini disebut Rue, sedangkan pada upacara kematian orang yang meninggal secara lazim atau biasa, mayatnya dibungkus dengan selimut adat dan dikuburkan dalam posisi jongkok dengan dibekali bahan makanan, sirih dan buah pinang. 81 Dalam budaya orang Sabu, jika yang meninggal adalah orang tua, maka pestanya akan sangat mewah apabila di bandingkan dengan anak muda. Hal ini dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada yang meninggal. Jika yang meninggal adalah trurunan raja atau para bagsawan maka acara kematian bisa dilakukan sampai 3 tiga bulan atau 1 satu tahun. Dalam budaya orang Sabu, ada proses dari ritual yang dilakukan adalah menangis sambil melantunkan syair yang disebut Huhu kebie yang adalah cerita tentang silsilah keluarga keturunan. Orang yang melakukan Huhu kebie adalah orang yang secara kodrati atau alamiah dapat melakukannya atau yang biasa disebut dengan istilah karunia. Biasanya dilantunkan oleh dua atau lebih orang. 80 Hasil wawancara dengan bapak YB 60 tahun, pada 27 Maret 2012, di kediaman bapak YB, pada pukul WITA 81 http 56 Pada waktu meratapi jenazah, orang yang melakukan Huhu kebie akan dibungkus atau ditutupi dengan kain atau mereka menyebutnya dengan kata selimut. Dalam Huhu kebie, silsilah yang dilantunkan adalah garis keturunan ibu dan bapak. Silsilah yang dilantunkan biasanyanya sangat panjang, dimulai dari silsilah orang yang meninggal sampai pada turunan yang pertama. 82 Orang coba susun silsilah tapi tidak mengetahuinya secara pasti atau persis, mereka bisa mendapakan kesialan atau celaka. 83 Dalam budaya Sabu, jika suami dari saudara perempuan meninggal, maka setelah acara penguburan, pada malam harinya saudara laki-laki dari perempuan atau istri dari suami yang meninggal, dapat meminta agar saudara perempuanya dibawa pulang mengikuti mereka. Akan tetapi jika anak-anak mereka tidak setuju maka mereka akan berkata, “Mama punya air susu belum kering, jadi kita masih mau mama ada bersama-sama dengan kita”, artinya mereka masih membutuhkan kasih sayang dari ibu mereka. Sedangkan bagi keluarga dari suami yang telah meninggal itu akan berkata, “kita ambil dia ibuistri dengan baik-baik, maka jika dia sedang mengalami masalah dan kehilangan, kita tidak bisa melepaskan dia begitu saja”. Hal ini wajib dilakukan karena merupakan aturan adat. Jika orang Sabu yang meninggal di luar pulau Sabu, maka akan dibawa rambut dari orang yang telah meninggal, namun sekarang barang yanga dibawa bisa berupa foto atau pun pakaian. Ritual ini disebut Ru’ Ketu. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepada keluarga di Sabu bahwa salah satu anggota keluarga mereka ada yang telah meninggal. Selain itu 82 Hasil wawancara dengan WD 66 tahun, pada hari rabu, 19 Oktober 2011, pukul wita, di kediaman bapak WD 83 Hasil wawancara dengan bapak DTB 40 tahun, pada 15 Januari 2012, di kediaman bapak DTB, pada pukul WITA 57 dalam budaya Orang Sabu, setiap orang Sabu adalah milik tanah Sabu. Di manapun dia bepergian wajib baginya untuk kembali ke kampung halamannya. Penjemputan terhadap Ru’ Ketu dilakukan dengan menggunakan adat. 84 Dalam buku Dunia Orang Sabu Nico L. Kana, disebutkan pula tentang proses ritual bagi Made Haro. Jika misalnya kematian asin ini karena korban jatuh dari pohon lontar, maka ia diangkut dengan tandu yang terbuat dari pelepah lontar yang disebut kelaga apa balai-balai pelepah ke kampung. Para pengiring jenazah, di sepanjang jalan menyanyikan nyanyian Hida Ngara, Rai Seruan Nama Tuhan menabur-naburkan biji jagung dan kacang hijau. Penanduan secara demikian itu dibolehkan jika kematian itu terjadi sesudah dilakukan upacara penutupan tungku masak gula lontar, yaitu upacara yang menandai berakhirnya masa kegiatan kerja yang dianggap penting dan kritis. Apabila kematian asin ini terjadi pada masa kegiatan memasak gula, maka penanduan korban ke kampung tidak boleh dilakukan sambil menyanyi seperti disebutkan tadi. Cara memasukkannya di kampung pun berbeda. Bukan lewat gerbang kampung akan tetapi melangkahi pagar karang. Ini disebut lila lau paga biri terbang pagar langkahi pagar. Pada hari ke-3 tiga diadakan lagi upacara “memaniskan” namun dipimpin Deo Rai. Juga buat dia diserahkan 7 tujuh ekor hewan rumah. Ia disambut dengan suguhan sirih pinang. Di rumah almarhum dipotong pula seejor babi untuk makan bersama warga atau disebut senga’a pana. Babi yang disembelih itu disebut wawi luna nyiu nata babi keramas manis. Dengan ini keadaan wajar dikembalikan lagi di antara mereka. Upacara yang kemudian menyusuli ialah seperti yang ada pada kematian biasa, yakni membersihkan, kemudian haga, diteruskan dengan “memaku rumah”. Dengan demikian lengkaplah mati asin itu menjadi mati manis. 85 84 Hasil wawancara dengan WD 66 tahun, pada hari rabu, 19 Oktober 2011, pukul wita, di kediaman bapak WD. 85 Nico L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harapan, 1983 , hal. 68-73 58 Analisa Dalam ritual kematian suku Sabu untuk jenis mati asin made haro, penulis melihat adanya fungsi pastoral 1 Menyembuhkan Healing, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini jelas terlihat dari keseluruhan proses mati asin made haro, yang adalah mati secara tidak wajar atau karena kecelakaan sehingga mereka melakukan ritual “memaniskan” kembali keadaan yang telah rusak agar orang telah meninggal tersebut dapat diterima untuk berkumpul dengan para leluhur di alam gaib. Selain itu juga dapat memberikan “kesembuhan” secara batin yang terluka akibat kematian anggota keluarga secara tidak wajar serta menormalkan segala hal yang telah “asin” ke keadaan semula. 2 Mendamaikan Reconciling, yaitu suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan Allah. Hal ini menurut penulis karena hubungan manusia dan sesama serta Tuhannya telah terluka akibat kematian yang tidak wajar sehingga dalam segala bentuk ritual mati asin made haro dilakukan proses memaniskan kembali ke keadaan semula sehingga hubungan atau relasinya dapat tejalin lagi. Gambar 6. Tetan Disini juga terlihat ba membutuhkan satu sama lain d dengan alam dan Tuhan. Sehin keadaan yang menimpa kita penjelasan di bab II dua terlih fisik, aspek mental, aspek spiri dapat melihat bahwa semua a manusia yang satu dengan ya manusia dapat menolong satu d Sama halnya dengan ad melayat untuk tidak makan di menurut penulis mereka mem mendapatkan kesialan yang sa lain begitu jelas terlihat. Akan t 86 Gambar diambil dari dari buku Nico, 59 tangga dan Kerabat berdatangan ketika terjadi kema bahwa manusia adalah makhluk sosial yang n dan memiliki relasi tidak hanya dengan sesama hingga hubungan baik itu harus terus terjaga sehi ta ada banyak tangan yang datang menolong. rlihat bahwa manusia memiliki empat aspek utama iritual dan aspek sosial yang ada dalam dirinya. D a aspek harus diperhatikan secara baik sehingga yang lain saling melengkapi. Dengan menyada u dengan yang lain. adat mereka yang tidak memperbolehkan orang di tempat atau rumah duka selain karena takut mementingkan atau mempedulikan satu sama lai sama. Disini terlihat bahwa sikap memperdulika n tetapi bukan berarti dengan tidak membiarkan or o, L. Kana, Dunia Orang Sabu, Jakarta Timur Sinar Harap ematian 86 g hidup saling ma, tetapi juga ehingga apapun . Seperti pada ma, yaitu aspek a. Dari sini kita gga keberadaan adari ini maka ng yang datang ut sial, adat ini lain agar tidak likan satu sama orang lain ikut rapan, 1983, 60 sial, mereka membiarkan orang yang meninggal tidak diurus karena takut sial tetapi mereka tetap melakukan setiap prosesnya agar kematian yang tidak wajar tersebut dapat dimaniskan kembali agar dapat diterima dengan baik oleh para leluhur dan mempermudah jalan menuju alam gaib. 3. 2. 2. Pemau Do made, meretas jalan menuju nirwana Tampilan Posting 23,000 Ritual kematian berupa pemakaman dan ritus penguburan merupakan beberapa indikator utama awal mula peradaban manusia. Mereka menunjukkan bukti pembentukan masyarakat sebagai orang memperlakukan tubuh dengan hati-hati dan hormat. Ritual ini adalah bagian dari setiap masyarakat, baik kuno maupun modern. Manusia sangat berbeda satu sama lain, dengan budaya dan identitas yang unik. Terkadang, tampaknya perbedaan itu tidak dapat diatasi. Namun, ada satu hal yang mengikat seluruh umat manusia bersama kematian. Budaya yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang kematian. Oleh karena itu, mereka juga memiliki berbagai ritual yang menggambarkan cara yang “tepat” untuk merawat tubuh. Mari kita jelajahi ritual kematian di seluruh dunia. Masyarakat Amerika Sumber Gambar Unsplash Masyarakat Amerika menggambarkan kematian sebagai hal yang tabu. Orang-orang menggunakan eufemisme untuk menyebut kematian sebagai "meninggalkan" atau mendiang sebagai "tidak lagi bersama kita." Tampaknya ada banyak ketakutan yang terkait dengan gagasan kematian. Ritual Kematian Ritual kematian di Amerika Serikat datang dalam bentuk pemakaman. Pemakaman tradisional di Amerika Serikat biasanya melibatkan dua langkah. Selama kunjungan, ahli pemakaman menempatkan tubuh almarhum pada layar sehingga keluarga dan teman-teman dapat memberikan penghormatan. Ini bisa berupa peti mati terbuka atau tertutup. Pemakaman, atau upacara peringatan, segera menyusul. Biasanya, ini melibatkan penguburan di kuburan yang paling umum. Karena kebanyakan orang Amerika beragama Kristen, kebaktian itu melibatkan doa, pembacaan Alkitab, atau eulogi oleh orang-orang terkasih. Beberapa orang mungkin mengadakan pertemuan atau makan setelah pemakaman di lokasi lain. Penghindaran Masyarakat Amerika mendekati kematian sebagai musuh yang harus diperangi. Pasien di rumah sakit "memerangi penyakit" dan "menjadi korban" sampai mati. Meskipun kematian adalah aspek kehidupan yang tak terhindarkan, masyarakat Amerika berusaha melawan hal yang mustahil. Orang-orang melihat obat-obatan modern dan mesin berteknologi tinggi sebagai solusi potensial untuk menang dalam pertempuran melawan kematian. Masyarakat Amerika juga cenderung mengabaikan penyebutan kematian. Ketika orang menjadi sakit atau tua, keluarga mereka mengirim mereka ke rumah sakit atau panti jompo. Akibatnya, orang tidak menyaksikan proses kematian secara langsung. Rumah duka dan proses pembalseman juga menjauhkan orang dari kematian. Morticians mendandani tubuh menggunakan kosmetik dan pakaian. Mereka memberi tubuh penampilan kehidupan. Ini adalah salah satu alasan pemakaman itu bisnis adalah seperti industri komersial. Orang-orang menghabiskan ribuan dolar untuk menjauhkan kekacauan kematian dari mereka. Pada tahun 2019, biaya rata-rata pemakaman nasional adalah $7,640. Ukuran pasar industri rumah duka di Amerika Serikat pada tahun 2021 adalah sekitar $16 miliar. Sebuah Perubahan Akan Datang Tingkat pemakaman menurun dari persen menjadi persen dari 2009 hingga 2018. Namun, tingkat kremasi meningkat dari persen menjadi persen pada waktu yang sama. Keluarga almarhum mulai menjauh dari institusi tradisional seperti rumah duka untuk mendapatkan kontrol lebih besar atas cara orang yang mereka cintai diperlakukan. Mungkin ini menunjukkan pergeseran cara orang Amerika melihat kematian. Masyarakat Jepang Sumber Gambar Wikipedia Dalam masyarakat Jepang, kematian dipandang sebagai bagian biasa dari kehidupan. Ini memiliki tempat khusus dalam budaya Jepang. Kematian adalah hubungan intim dengan keluarga yang terlibat langsung dengan ritual. Agama Ada berbagai agama dalam budaya Jepang yang berkontribusi pada kepercayaan orang tentang apa yang terjadi setelah kematian. Shinto, agama tertua di Jepang, berkisar pada pemujaan leluhur dan roh alam. Ini menggambarkan kematian sebagai tujuan akhir. Begitu orang mati, mereka pergi selamanya. Sekitar 67 persen penduduk Jepang beragama Buddha. Buddhisme mengusulkan bahwa ada siklus kelahiran kembali. Maka, kematian hanyalah akhir dari tubuh fisik. Jiwa hidup di akhirat sampai bereinkarnasi. Kekristenan memperjuangkan gagasan tentang neraka, surga, dan api penyucian. Ia juga memiliki kehidupan setelah kematian, tetapi tidak ada kelahiran kembali. Tindakan yang dilakukan seseorang selama hidup mereka menentukan di mana mereka berakhir selamanya. Ada berbagai ritual kematian dalam masyarakat Jepang yang melibatkan beberapa atau semua aspek dari ketiga agama tersebut. Ritual Kematian Mayat orang yang meninggal dalam budaya Jepang diperlakukan dengan cara yang sama seperti makhluk hidup. Keluarga membawa pulang jenazah sesegera mungkin. Mereka sering menolak otopsi karena dianggap sebagai prosedur invasif. Sebagian besar pemakaman Jepang mengikuti adat Buddha. Setelah beberapa hari dengan jenazah di rumah, keluarga sering mengadakan kebaktian. Tamu membawa uang, dikenal sebagai Kenden, untuk keluarga. Mereka membakar dupa dan berdoa. Kemudian, keluarga mengirim jenazah untuk dikremasi. Akhirnya, keluarga almarhum menggunakan sumpit untuk mengambil tulang dari sisa-sisa kremasi. Hal ini memungkinkan keluarga untuk menunjukkan perhatian dan cinta mereka untuk almarhum. Ritual ini berfungsi sebagai tugas akhir keluarga terhadap orang yang meninggal. Meskipun ini berfokus pada pemakaman yang lebih tradisional, penting untuk dicatat bahwa ada aspek komersial yang berkembang pada ritual kematian Jepang. budaya Secara historis, samurai di bawah kode Bushido digunakan untuk melakukan seppuku, atau bunuh diri ritual, jika diinstruksikan. Mereka diharapkan mati untuk rekan-rekan mereka atau tuan mereka setiap saat. Seppuku dianggap terhormat dan berani. Orang asing, terutama orang Barat, sering memandang masyarakat Jepang sebagai orang yang berpusat pada kematian. Mereka percaya bahwa Jepang meromantisasi kematian dan kematian. Namun, ini tidak terjadi. Kematian memainkan peran penting dalam masyarakat Jepang karena orang Jepang melihatnya sebagai bagian dari kehidupan. Mereka menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang kepada almarhum. Kematian adalah urusan intim yang memungkinkan keluarga untuk terlibat langsung. Masyarakat Tibet Sumber Gambar Amy Houchin, Blog Cendekia Pemakaman Langit Ritual kematian di Tibet datang dalam bentuk penguburan langit. Pemakaman langit mengikuti gagasan Buddhis tentang kematian. Dalam ritual ini, burung pemakan bangkai memakan tubuh almarhum. The pemakaman langit terdiri dari dua langkah. Yang pertama adalah persiapan. Keluarga membungkus tubuh almarhum dengan kain putih tradisional dan menempatkannya di rumah hingga 5 hari. Ini agar jiwa dapat bertransisi menuju kelahiran kembali. Imam membaca kitab suci untuk membersihkan jiwa dari tubuh. Langkah kedua adalah penguburan langit yang sebenarnya. Mayat almarhum dibawa ke tempat yang tinggi pada "hari keberuntungan". Di sana, tubuh beristirahat dalam posisi janin. Ini untuk mewakili cara orang memasuki dunia sebagai bayi. Jadi, tubuh meninggalkan bumi dengan cara yang sama ketika memasukinya. Para pendeta menyalakan asap murbei untuk menarik burung nasar. Akhirnya, burung nasar turun ke tubuh dan memakannya. Keyakinan Orang-orang di Tibet percaya bahwa burung nasar adalah burung suci. Mereka tidak membunuh makhluk, tetapi memakannya setelah mereka mati. Burung nasar dikenal sebagai Dmirip dalam bahasa Tibet, yang mengacu pada dewa perempuan. Burung nasar memakan tubuh dan membawanya ke surga sampai reinkarnasi. Asap murbei berfungsi sebagai jalan yang mengundang Dakini ke pemakaman langit. Tubuh berfungsi sebagai persembahan kepada para dewa. Jika burung nasar memakan tubuh dengan cepat, itu dianggap menguntungkan. Ini berarti bahwa orang mati akan mencapai kelahiran kembali. Jika burung pemakan bangkai tidak memakan mayatnya, itu berarti orang yang meninggal telah melakukan dosa besar. Jika ini terjadi, para imam akan memanjatkan doa untuk membersihkan orang yang meninggal dari dosa-dosa mereka. Ada beberapa tabu yang terkait dengan penguburan langit. Ritualnya bersifat pribadi, dan orang asing tidak diperbolehkan berada di dekat tempat pemakaman. Anggota keluarga juga tidak dapat hadir karena jiwa mungkin berlama-lama alih-alih pindah. Ada juga elemen praktis ke pemakaman langit. Di Tibet, tanah yang membeku membuat sulit untuk melakukan penguburan yang sebenarnya. Pemakaman langit juga mempromosikan lingkaran kehidupan. Saat burung nasar memakan tubuh, manusia kembali ke alam. Masyarakat Ghana Sumber Gambar The Mercury News Di Ghana, pemakaman adalah tentang menghormati ingatan almarhum. Mereka fokus merayakan kehidupan orang yang meninggal daripada berfokus pada kesedihan. Meskipun ada budaya yang berbeda di Ghana, kami akan fokus pada mayoritas untuk ritual kematian. Ritual Kematian Ritual kematian dalam bentuk pemakaman di Ghana adalah urusan yang rumit. Peti mati atau peti mati memegang tubuh almarhum. Para pengusung peti jenazah mengarak peti mati melalui jalan-jalan sementara anggota keluarga dan peserta menari di sampingnya. Kebanyakan pemakaman terjadi pada akhir pekan, biasanya pada hari Sabtu. Rakyat perjalanan ke berbagai kota dan desa untuk hadir. Peserta mengenakan pakaian tradisional hitam atau merah dan dapat membawa hadiah. Semakin banyak orang yang datang ke pemakaman berarti almarhum sangat disukai. Akibatnya, pemakaman adalah acara sosial besar di mana orang datang ke pesta, minum, dan makan. Beberapa pemakaman mungkin melibatkan upacara peringatan di mana orang berdoa untuk almarhum. Namun, sebagian besar pemakaman melibatkan tarian dan perayaan. Industri Pemakaman sangat dikomersialkan di Ghana. Industri pemakaman adalah industri lokal terbesar, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Biaya pemakaman rata-rata sekitar $15,000 hingga $20,000. Orang menghabiskan banyak uang, jika tidak lebih, uang untuk pemakaman seperti pernikahan. Meskipun komersialisasi pemakaman mirip dengan masyarakat Amerika, alasan di baliknya berbeda. Masyarakat Amerika melihat kematian sebagai hal yang tabu. Industri pemakaman mereka bergantung pada menjauhkan kematian dari publik. Komersialisasi pemakaman di Ghana berasal dari pemahaman yang berbeda tentang kematian. Mereka melihat kematian sebagai sebuah perayaan, jadi industri pemakaman memanfaatkan aspek itu. Banyak bagian pemakaman menggambarkan sifat komersial kematian di Ghana. Papan reklame besar dengan harga mulai dari $600 hingga $3,000 mengumumkan pemakaman. Orang-orang menyewa drumer dan band untuk mengiringi peti mati dalam parade. Tukang kayu lokal membuat peti mati yang unik untuk individu. Belakangan ini, peti mati atau peti mati mewakili pekerjaan almarhum atau beberapa aspek kepribadian mereka. Ini juga menunjukkan status sosial dan kekayaan. Oleh karena itu, peti mati dapat berbentuk botol Coca-Cola, ikan, atau pesawat terbang. Pemakaman mewah sering menghadapi reaksi dari tokoh masyarakat. Beberapa percaya bahwa terlalu banyak uang masuk ke orang mati daripada hidup. Namun, mayoritas percaya bahwa perayaan seputar kematian membuat proses berduka lebih mudah. Kesimpulan Sumber Gambar Tulang Tidak Berbohong Budaya dan masyarakat di seluruh dunia memiliki cara unik mereka sendiri dalam menghadapi kematian. Karena kematian adalah bagian integral dari kehidupan, melihat ritual lain selain ritual sendiri tampaknya salah dan tidak pantas. Namun, penting untuk dipahami bahwa tidak setiap budaya melihat kematian dengan cara yang sama. Orang Amerika, sebagian besar, takut mati. Ritual mereka berkisar pada penghindaran itu. Rumah duka membalsem dan mendandani tubuh untuk memberikan ilusi kehidupan. Rumah sakit terus sekarat dan pasien tua jauh dari publik. Masyarakat Amerika mengkomersialkan kematian untuk membuatnya lebih klinis dan jauh. Japanese budaya Buddha, di sisi lain, melihat kematian sebagai sesuatu yang intim dan tak terhindarkan. Keluarga memainkan peran besar dalam memelihara jenazah dan memastikan bahwa pemakaman memperlakukan jenazah dengan hormat. Pemakaman langit di Tibet tampaknya, bagi sebagian orang bukan bagian dari budaya itu, agak kejam dan kejam. Namun, mereka melihat penguburan langit sebagai spiritual. Burung nasar membawa jiwa dan tubuh ke surga untuk mempersiapkan kelahiran kembali. Pemakaman langit mengikuti lingkaran kehidupan. Pemakaman di Ghana adalah perayaan kehidupan, meskipun mungkin tampak mewah dan boros. Mereka menyatukan orang-orang yang dicintai dari almarhum, sehingga mereka dapat menikmati kebersamaan satu sama lain. Meskipun pemakaman Ghana agak komersial, mereka mengandalkan keintiman dan keterikatan dengan almarhum. Persepsi yang berbeda tentang kematian cocok untuk ritual yang berbeda. Hanya karena mereka berbeda dari ritual kita tidak berarti bahwa ritual ini salah arah atau salah. Semua ritual dan adat ini memiliki tujuan yang sama. Mereka membantu orang menghadapi kehilangan dan kesedihan dan kematian yang tak terhindarkan.

perhatikan data berikut ini 1 mengiringi ritual kematian