Contohpembiayaan syariah yang hanya melibatkan dua pihak antara lain, pembiayaan emas di Bank Syariah atau BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) dan pembiayaan dengan cara jual dan sewa balik (sale and lease back). Selain kedua hal di atas, berikut ini perbedaan antara pembiayaan konvensional (kredit) dan pembiayaan syariah. BankPerkreditan Rakyat. . BANK PERKREDITAN RAKYAT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR Adira bca finance, bfi finance, fif, wom, otto summit adalah beberapa contoh perusahaan leasing mobil terkenal di indonesia. Leasing syariah diberlakukan sesuai dengan syariat islam. Pada lembaga pembiayaan konvensional, lessee atau nasabah akan mengajukan permohonan leasing kepada lessor atau perusahaan leasing. SedangkanBank Syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). 1. Bank Umum Syariah (BUS) Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. TopPDF BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan - PERAN PEMBIAYAAN JANGKA PENDEK MUSYARAKAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NASABAH DI BPRS SAKA DANA MULIA KUDUS - STAIN Kudus Repository dikompilasi oleh contoh utang dagang dan utang akrual. jenis pendanaan ini memiliki karakter jika aktifitas perusahaan seni budaya merupakan hasil dari manusia. KATA PENGANTAR بسم الله الرحمن الرحيم Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin. Darussalam, 27 Oktober 2013 A. Pendahuluan Lembaga keuangan adalah sebuah wadah di mana terdapat jasa dalam proses mengelola keuangan untuk tujuan tertentu. Seperti yang kita tahu, peranan lembaga keuangan dalam kehidupan terutama bank sangatlah penting. Hal ini akibat semakin berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau tidak mau melibatkan lembaga keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang tergolong ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. Pada umumnya bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk mendapat keuntungan dengan sedikit resiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi lemah sulit untuk mendapat jasa keuangan bank. Dalam upayanya untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah, pemerintah juga mengatur untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat yang lingkup kerjanya lebih terpusat pada wilayah tertentu saja, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini bertujuan agar semakin meratanya layanan jasa keuangan bagi seluruh masyarakat. Praktek bunga yang diterapkan setiap bank, baik bank umum ataupun bank perkreditan rakyat tetap menjadi andalan dalam rangka mencari keuntungan. Sistem bunga yang diterapkan bank akhirnya mendapat respon dari kaum muslim, yang mana sudah jelas bahwa bunga/riba adalah haram hukumnya. Maka dengan munculnya pemikiran untuk mendirikan bank yang berprinsip syariah secara nasional terlebih dahulu didirikan sebuah lembaga keuangan yaitu bank perkreditan rakyat syariah pada tahun 1990. Diharapkan bahwa berdirinya bank perkreditan rakyat syariah menjadi salah satu solusi dalam rangka melayani jasa keuangan yang bebas dari praktek riba sehingga kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat. Dari paparan di atas, penulis akan menggali lebih dalam lagi tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Pembahasan meliputi pengertian BPRS, sejarah dan perkembangan BPRS di Indonesia, ciri-ciri BPRS, manajemen permodalan BPRS, peran BPRS dalam pemberdayaan ekonomi umat serta hambatan perkembangan dan strategi pengembangan BPRS di Indonesia. B. Pembahasan 1. Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebelum penulis mendefinisikan apa itu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS, terlebih dahulu penulis akan mendefinisikan tentang bank dan pembiayaan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.[1] Sedangkan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam lembaga keuangan konvensional tidak menggunakan istilah “pembiayaan” tapi istilah perkreditan. Perkreditan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[2] Jadi, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Yang perlu diperhatikan adalah kepanjangan dari BPRS yang berupa Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Semua peraturan perundang-undangan yang menyebut BPRS dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.[3] 2. Sejarah dan Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia Menurut Warkum Sumitro, berdirinya BPRS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari BPR-BPR pada umumnya. BPR yang status hukumnya disahkan melalui Paket Kebijakan Keuangan Moneter dan Perbankan PAKTO tanggal 27 Oktober 1998 pada hakikatnya merupakan modifikasi model baru dari Lumbung Desa dan Bank Desa yang ada sejak 1980-an.[4] Lumbung desa sebagai sistem perkreditan rakyat zaman dahulu, dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat tani di pedesaan, karena pada waktu itu peredaran uang belum menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman dalam bentuk padi lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjaman dalam bentuk uang. Selain itu pinjaman padi tidak mengganggu kestabilan harga padi yang menjadi penghasilan utama masyarakat desa.[5] Karena struktur ekonomi, sosial dan administrasi masyarakat desa sudah banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari proses pembangunan, maka keberadaan BPR tidak lagi persis sama seperti lumbung desa zaman dahulu. Namun demikian, paling tidak keberadaan BPR pada masa sekarang dan yang akan datang diharapkan mampu menjadi alternatif pengganti yang terbaik bagi fungsi dan peranan lumbung desa dan Bank Desa dalam melindungi petani dari gejolak harga padi dan resiko kegagalan dalam produksi serta ketergantungan petani terhadap para rentenir.[6] Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 huruf C yang berbunyi sebagai berikut; “menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.[7] Seiring dengan bergulirnya sistem ekonomi Islam sebagai sistem alternatif dalam mengelola perekonomian, maka kehadiran BPRS juga sangat diharapkan.[8] Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.[9] Jumlah bank dan jumlah kantor BPRS dari tahun 2007 hingga Agustus 2013 adalah sebagai berikut[10] Tahun Bulan Jumlah Bank Jumlah Kantor 2007 114 185 2008 131 202 2009 138 225 2010 150 286 2011 155 364 2012 Aug Sep Oct Nov Dec 156 156 156 156 158 364 386 390 390 401 2013 Jan Feb Mar Apr May June July Aug 158 158 159 159 159 159 160 160 398 395 399 386 399 397 398 398 Dari tahun 2007 hingga 2012, jumlah kantor BPRS terus bertambah. Akan tetapi, pada januari 2013 jumlah kantor BPRS mengalami kemunduran dari 401 di tahun 2012 menjadi 398 di januari 2013. Dari januari 2013 hingga juli 2013 jumlah kantor BPRS mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan karena adanya BPRS yang bermasalah akibat tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan terpaksa harus ditutup.[11] Untuk jaringan kantor individual perbankan syariah, BPRS tidak mempunyai kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas. Menurut statistik perbankan syariah agustus 2013 jumlah BPRS berdasarkan lokasi untuk wilayah Kalimantan Selatan dari tahun 2007 hingga agustus 2013 ada 18 BPRS. Adapun jumlah pekerja di perbankan syariah khususnya BPRS dari tahun 2007 hingga agustus 2013 terus meningkat, dari sampai pekerja. [12] 3. Manajemen Permodalan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Untuk mendirikan dan memiliki BPRS berdasarkan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 modal yang harus disetor adalah[13] a. Rp. dua miliar rupiah untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi; b. Rp. satu miliar rupiah untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas; c. Rp. lima ratus juta rupiah untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b di atas. Dalam mendirikan BPRS, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain[14] a. Persyaratan Umum 1 BPRS yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan RI dan mendengar pertimbangan Bank Indonesia. 2 Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan Perseroan Terbatas PT. 3 Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan Perseroan Terbatas PT. 4 Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II. 5 Wilayah pelayanan mencakup desa-desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS. 6 Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil. 7 Modal disetor minimal Rp 8 Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri. 9 Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun. b. Permohonan Izin Prinsip 1 BPRS berbentuk Perseroan Terbatas a Siapkan modal disetor minimal Rp atau 30% dari total modal disetor. b Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya mintakan persetujuan ke Departemen Kehakiman. 2 BPRS tidak berbentuk Perseroan Terbatas Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait. 3 Permohonan izin prinsip Mengajukan permohonan tertulis dialamtkan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan a Rencana akte pendirian dan Anggaran Dasar AD BPRS. b Rencana kerja BPRS pada tahun pertama. c Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah. d Photocopy bukti setoran sebesar Rp pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 30% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir oleh Bank Pemerintah yang bersangkutan. c. Permohonan Izin Usaha Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan 1 Photocopy bukti setoran sebesar Rp pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 70% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir oleh bank pemerintah bersangkutan. 2 Copy Anggaran Dasar AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI. 3 Photocopy NPWP BPRS. 4 Menyampaikan prosedur dan sistem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan. 5 Mengirimkan data pengurus BPRS. 6 Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS. d. Persiapan Pra Opersional BPRS BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh WDP Wajib Daftar Perusahaan dan SITU Surat Izin Tempat Usaha, serta harus telah melakukan kegiatan opersionalnya selambat-lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank. e. Laporan Pembukuan Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada Bank Indonesia setempat dengan melampirkan Neraca Awal. 4. Peran BPRS dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat Tujuan pendirian BPRS antara lain[15] a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah. b. Mengurangi urbanisasi. c. Menambah lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan. d. Meningkatkan pendapatan perkapita. e. Membina semangat ukhuwah islamiah melalui kegiatan ekonomi. f. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan. g. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan. h. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana. i. Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian BPRS dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung; dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil. BPRS sangat berperan dalam memperdayakan ekonomi umat dengan mengembangkan ekonomi golongan lemah yaitu dengan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM. Seperti BPRS Kaffaalatul Ummah di Sumatera utara yang menyalurkan dananya kepada pengusaha kecil tiap tahunnya terus meningkat. Adanya pemberian dana oleh BPRS Kaffaalatul Ummah memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan. Meningkatnya dana yang disalurkan dan pendapatan pengusaha kecil ini juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan tenaga kerja usaha kecil. Hal ini berarti dengan adanya pemberian dana oleh BPRS Kaffaalatul Ummah pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap terjadinya pengembangan wilayah pada daerah tersebut.[16] Selain mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM, BPRS juga membiayai sektor pertanian. Seperti BPRS Al-Barokah Depok yang terlibat aktif dalam pembiayaan sektor pertanian. Bagi bank syariah menengah kecil ini, sektor pertanian layak untuk dibiayai. Pembiayaan bagi sektor ini dinilai bisa membantu peningkatan perekonomian petani. Menurut Nurrochim, saat ini baru beberapa petani yang mendapatkan pembiayaan dari BPRS. Meski demikian, BPRS akan terus mendorong pembiayaan pertanian.[17] 5. Hambatan Perkembangan dan Strategi Pengembangan BPRS di Indonesia Sebagai bank yang menjalankan prinsip bagi hasil, BPRS memiliki beberapa hambatan dalam perkembangannya. Pertama, manajemen bank yang kurang profesional. Kedua, risiko yang lebih besar atau ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan BPR konvensional. Ketiga, jaringan operasi yang terbatas, khususnya transaksi sesama bank syariah. Jumlah BPRS di Indonesia masih sangat terbatas sehingga menghambat pengembangannya. Bank syariah tidak dapat melakukan transaksi dengan bank konvensional dengan sistem bunga. Konsekuensinya adalah bank syariah tidak dapat memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat, tidak dapat melakukan kerjasama antar bank syariah, tidak dapat melakukan transaksi penempatan antar bank syariah, dan sulit mengatasi likuiditas.[18] Adapun strategi pengembangan BPRS yang perlu diperhatikan, yaitu[19] a. Sosialisasi BPRS, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang digunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media massa. Selain itu, BPRS juga bisa bersosialisasi melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan atau non-pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPRS. b. Mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek shortcourse lembaga keuangan syariah. c. Pemetaan potensi dan optimalisasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja BPRS dengan BMT. d. Mengadakan kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran Islam dalam bidang ekonomi. Hal ini pun dapat membantu dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada. Dalam rangka mengembangkan BPRS, terbentuk suatu badan yang menyelenggarakan pendidikan dan memberikan technical assistance untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang baru tumbuh, yaitu yayasan ISED Institute for Syariah Economic Development dan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah YPPBS.[20] Yayasan YPPBS merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Muamalat Indonesia dengan ICMI.[21] Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan penyebaran BPR-BPR Syariah di seluruh tanah air. Adapun kegiatan YPPBS meliputi[22] a. Membantu proses pendirian. b. Memberikan technical assistance. c. Pendidikan basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal dua tahun pengalaman di sektor perbankan. Yayasan ISED secara berkesinambungan akan terus melaksanakan program pendirian/pemberian bantuan teknis pendirian BPR-BPR Syariah di Indonesia, khususnya daerah yang potensial. Beberapa program yang telah dilaksanakan berupa bantuan teknis bagi pendirian BPR-BPR Islam di berbagai tempat di Indonesia seperti BPR Islam Amanah Ummah Kec. Leuwiliang, Bogor, BPR Islam Bina Amwalul Hasanah Kec. Sawangan, Bogor dan sejumlah proyek lainnya, antara lain Sulawesi Selatan, Cianjur, Aceh dan lainnya.[23] C. Penutup Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai BPRS dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya baik dari kesalahan penulisan, rangkaian kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah lembaga perekonomian umat, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang berhubungan dengan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kepada para pembaca dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan bagi pembaca. Daftar Pustaka Buku Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1. M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Banjarmasin, Antasari Press, 2006. Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2000. M. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta, Ekonisi, 2008, cet. Ke-2. Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2008, cet. Ke-1. Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2004, cet. Ke-4. Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2009. Internet Diakses pada 21 september 2013, pukul wita. Arwin Harahap, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan Wilayah, Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul wita. [1] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2009, h. 6 [2] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2011, h. 78 [3] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, h. 7 [4] M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Banjarmasin Antasari Press, 2006, h. 88 [5] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2004, h. 125 [6] Ibid., 126 [7] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta Zikrul Hakim, 2008, h. 40 [8] M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, [9] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, [13] Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta UII Press Yogyakarta, 2008, [14] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, [15] Ibid., h. 43-44 [16] Arwin Harahap, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan Wilayah, Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul wita. [18] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta Ekonisi, 2008, h. 124-125 [20] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, h. 48 [21] ICMI adalah Ikatan Cendekiawan Musllim Indonesia. ICMI adalah organisasi yang menghimpun cendekiawan muslim Diakses pada 21 september 2013, pukul wita. [22] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, JAKARTA, - Pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan RUU P2SK. Salah satu isi aturan itu adalah mengubah istilah Bank Perkreditan Rakyat BPR menjadi Bank Perekonomian Rakyat. Pada pasal 1 bagian kedua tentang perbankan, disebutkan Bank Perekonomian Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas giral secara langsung. "Istilah BPR atau Bank Perkreditan Rakyat diganti menjadi Bank Perekonomian Rakyat dalam RUU ini," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis 8/12/2022. Baca juga Sri Mulyani Pastikan Anggaran IKN Tak Berubah meski UU IKN Direvisi Menurutnya, perubahan nama ini bertujuan untuk menghidupkan kembali peranan BPR sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, dalam rangka memperbaiki tata kelola perbankan dan perbankan syariah dalam cakupan itu. Bendahara negara itu menilai, lewat perbaikan tata kelola perbankan maupun perbankan syariah yang mendominasi sektor keuangan di Indonesia, maka akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mendorong daya saing perbankan. "Kita perlu mengejar ketertinggalan Indonesia di tingkat regional dan untuk mendapatkan dampak yang masif, reformasi di bidang tata kelola dilakukan secara menyeluruh, mulai dari penataan regulasi industri keuangan sampai penegakkan hukum," ungkap Sri Mulyani. Baca juga OJK Berlakukan Batas Maksimal Baru Pemberian Kredit untuk BPR dan BPRS Adapun pada RUU PPSK, diatur bahwa Bank Perekonomian Rakyat akan menjalankan kegiatan usaha penukaran valuta asing sebagaimana bank umum. Sementara untuk pengaturan, perizinan, pengawasan, pemeriksaan, dan pengenaan sanksi terhadap kegiatan usaha penukaran valuta asing oleh bank umum dan Bank Perekonomian Rakyat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan OJK. Perubahan nomenklatur Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat, serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah dilakukan paling lama 2 tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Baca juga Sri Mulyani Beberkan Nasib Aset Negara Rp Triliun Saat Ibu Kota Pindah ke IKN Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Hot news >> Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, potensi perbankan syariah di Indonesia sangat besar. Itulah alasan kenapa materi bank syariah ini sangat penting dan menarik untuk dipelajari sehingga kamu juga memiliki wawasan yang luas tentang perbankan syariah. Pada artikel ini, kamu akan diberikan penjelasan lengkap, mulai dari pengertian bank syariah, jenis, kegiatan usaha, fungsi, tujuan, prinsip, contoh produk, hingga daftar bank syariah di Indonesia. Baca juga 5 Produk Investasi Syariah Terbaik untuk Pemula Contents1 Apa yang Dimaksud Bank Syariah?2 Jenis Bank Syariah3 Kegiatan Usaha Bank 1. Bank Umum Syariah BUS 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS 3. Unit Usaha Syariah UUS4 Fungsi Bank Syariah5 Tujuan Bank Syariah6 Prinsip Bank Syariah7 Contoh Produk Bank Syariah8 Contoh Bank Syariah9 Simpulan10 Referensi Apa yang Dimaksud Bank Syariah? Definisi bank syariah telah banyak diungkapkan termasuk menurut para ahli dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Mengacu pada Undang-Undang UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah UUS, mencakup di dalamnya kelembagaan, kegiatan usaha/bisnis, serta cara & proses dalam melaksanakan kegiatan usaha. Kemudian, yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah suatu bank yang menjalankan kegiatan usaha bisnis berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan menurut jenisnya, bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah BUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Jenis Bank Syariah Berdasarkan pengertian bank syariah yang telah dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa bank syariah terdiri dari dua jenis, yaitu Bank Umum Syariah BUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Bank Umum Syariah BUS, yaitu jenis bank syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS, yaitu jenis bank syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Jadi, dari dua jenis bank syariah tersebut dapat dilihat perbedaannya yang terletak pada penyediaan jasa lalu lintas pembayaran di mana BUS menyediakannya sedangkan BPRS tidak. Kegiatan Usaha Bank Syariah Sebelumnya telah dijelaskan bahwa bank syariah dari segi jenisnya terdiri dari BUS dan BPRS. Sedangkan berdasarkan kegiatan usaha bisnis, bank syariah dibedakan menjadi tiga, yaitu Bank Umum Syariah BUS, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS, dan Unit Usaha Syariah UUS. 1. Bank Umum Syariah BUS Setelah memahami pengertian Bank Umum Syariah BUS, lalu apa saja kegiatan usaha yang dilakukan BUS? Singkatnya, semua kegiatan usaha Bank Umum Syariah harus berlandaskan Prinsip Syariah. Untuk lebih detail, berikut penjabarannya. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya. Investasi Deposito, Tabungan, atu bentuk lainnya. Menyalurkan dana dalam bentuk Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lainnya. Pembiayaan dengan Akad murabahah, salam, istishna’, atau Akad lainnya. Pembiayaan dengan Akad qardh atau Akad lainnya. Penyewaan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli berbentuk ijarah muntahiya bittamlik atau bentuk Akad lainnya. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lainnya. Melakukan bisnis kartu debit dan/atau kartu pembiayaan. Membeli, menjual, atau menjamin sendiri atas risiko surat berharga dari pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata real berdasarkan Prinsip Syariah, seperti menggunakan Akad ijarah, Akad musyarakah, Akad mudharabah, Akad murabahah, Akad kafalah, atau Akad hawalah. Membeli surat berharga efek berdasarkan Prinsip Syariah baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia BI. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga efek dan melakukan perhitungan dengan pihak dan/atau antarpihak ketiga. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain dengan Akad tertentu. Menyediakan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga efek. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan Nasabah. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat dengan memakai Akad wakalah. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi. Melakukan aktivitas lainnya yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan bidang sosial sepanjang menggunakan Prinsip Syariah dan tunduk pada peraturan perundang-undangan. 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS Sebelumnya telah dijelaskan terkait pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Selanjutnya, apa saja yang menjadi kegiatan usaha BPRS? Berikut penjelasannya. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lainnya. Investasi Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lainnya. Menyalurkan dana dalam bentuk Pembiayaan bagi hasil dengan Akad mudharabah atau Akad musyarakah. Pembiayaan dengan Akad murabahah, salam, atau istishna’. Pembiayaan dengan Akad qardh. Pembiayaan penyewaan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak dengan menggunakan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik. Pengambilalihan utang dengan Akad hawalah. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan sesuai Akad wadi’ah atau dalam bentuk investasi sesuai Akad mudharabah dan/atau Akad lain. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan Nasabah via rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS yang ada di Bank Umum Syariah BUS, Bank Umum Konvensional, dan Unit Usaha Syariah UUS. Menyediakan produk dan/atau melakukan bisnis Bank Syariah lainnya yang berlandaskan Prinsip Syariah sesuai ketentuan dan persetujuan Bank Indonesia BI. 3. Unit Usaha Syariah UUS Dalam kegiatan usaha perbankan syariah, juga dikenal Unit Usaha Syariah UUS. Menurut UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008, pengertian Unit Usaha Syariah atau UUS adalah suatu unit kerja dari kantor pusat head office Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor unit yang melaksanakan kegiatan usaha sesuai prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang branch office dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu KCP syariah dan/atau unit syariah. Lalu, apa saja kegiatan usaha Unit Usaha Syariah UUS? Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya. Investasi Deposito, Tabungan, atu bentuk lainnya. Menyalurkan dana dalam bentuk Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lainnya. Pembiayaan dengan Akad murabahah, salam, istishna’, atau Akad lainnya. Pembiayaan dengan Akad qardh atau Akad lainnya. Penyewaan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli berbentuk ijarah muntahiya bittamlik atau bentuk Akad lainnya. Melakukan pengambilalihan utang dengan menggunakan Akad hawalah atau Akad lain. Melakukan kegiatan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan. Membeli dan menjual surat berharga efek pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata real sesuai Prinsip Syariah, seperti menggunakan Akad ijarah, Akad musyarakah, Akad mudharabah, Akad murabahah, Akad kafalah, atau Akad hawalah. Membeli surat berharga efek yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang berlandaskan Prinsip Syariah. Menerima pembayaran payment dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan bersama dengan pihak ketiga dan/atau antarpihak ketiga yang berdasarkan Prinsip Syariah. Apa fungsi bank syariah? Masih mengacu pada Undang-Undang UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 pasal 4, Bank Syariah BUS dan BPRS dan Unit Usaha Syariah UUS menjalankan fungsi sebagai berikut Wajib menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dapat menjalankan fungsi sosial yang disalurkan dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima uang/dana dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lain, serta menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang serta menyalurkannya kepada nazhir atau pengelola wakaf sesuai dengan kehendak pemberi wakaf wakif. Pelaksanaan fungsi sosial seperti yang tertera pada ayat 2 dan ayat 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuan Bank Syariah Setelah memahami fungsinya, lalu apa tujuan bank syariah? Berdasarkan Undang-Undang UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 pasal 3, perbankan syariah memiliki tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional negara untuk meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan masyarakat rakyat. Prinsip Bank Syariah Sebenarnya prinsip bank syariah hampir sama dengan lembaga keuangan syariah lainnya. Ya, bank syariah pasti menggunakan Prinsip Syariah dalam kegiatan usahanya. Menurut Undang-Undang UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 pasal 1, yang dimaksud dengan Prinsip Syariah adalah suatu prinsip hukum Islam dalam aktivitas perbankan, dengan berlandaskan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Contoh Produk Bank Syariah Pada awalnya, Majelis Ulama Indonesia MUI bersama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI melakukan kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pengusaha Muslim untuk membentuk bank syariah di Indonesia, tepatnya pada 1991. Bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat, sehingga Bank Muamalat dijadikan sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, dan melakukan kegiatan operasional pada 1 Mei 1992. Dengan perkembangan zaman, produk bank syariah hingga saat ini terus mengalami perkembangan. Setidaknya, ada tiga jenis produk utama bank syariah, yaitu Penghimpunan Dana Simpanan Wadiah, seperti Giro Yad Dhamanah dan Tabungan Investasi Mudharabah, seperti Tabungan dan Deposito Penyaluran Dana Equity Financing Kerja Sama Sistem Bagi Hasil dengan akad Mudharabah penanaman modal dari pemilik dana kepada pengelola dana untuk bisnis tertentu, dengan sistem perjanjian Muthlaqah Tidak Bersyarat dan Muqayyadah Bersyarat Musyarakah usaha kemitraan dari dua pihak atau lebih Debt Financing Kerja Sama Sistem Jual Beli dengan akad Murabahah antar bank dengan nasabah Salam barang pesanan dengan pengiriman di kemudian hari Istishna barang pesanan dengan spesifikasi tertentu Layanan Jasa Perbankan Wakalah melibatkan pemberi kuasa dengan penerima kuasa, seperti transfer uang, penagihan utang melalui kliring atau inkaso cek, giro, wesel, dan lainnya Kafalah pemberian jaminan kepada penerima jaminan di mana penjamin bertanggung jawab sepenuhnya kepada penerima jaminan Hawalah pengalihan utang dari suatu pihak ke pihak lain yang menanggungnya Rahn penyerahan barang aset dari nasabah kepada bank sebagai jaminan untuk utang Qardh akad pinjaman kepada nasabah yang kemudian bertanggung jawab untuk mengembalikan dana yang dipinjam pada waktu yang disepakati Sharf terkait transaksi jual beli valuta asing valas dengan kesepakatan harga tertentu Contoh Bank Syariah Ada banyak sekali bank syariah di Indonesia, baik bank syariah yang berstatus perusahaan privat tertutup maupun bank syariah yang berstatus perusahaan terbuka tbk atau go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Nah, contoh bank syariah di Indonesia yaitu sebagai berikut PT Bank Muamalat Tbk PT Bank BRI Syariah Tbk PT Bank BTPN Syariah Tbk PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk PT Bank BCA Syariah PT Bank Syariah Mandiri PT Bank BNI Syariah PT Bank Mega Syariah PT Bank Syariah Bukopin PT Bank BJB Syariah Simpulan Itulah materi atau penjelasan lengkap tentang bank syariah, mulai dari pengertian bank syariah, jenis-jenis bank syariah, kegiatan usaha, fungsi, tujuan, prinsip, contoh produk/instrumen, dan contoh bank syariah di Indonesia. Semoga informasi tentang bank syariah ini bisa menambah wawasan dan menjadi referensi. Jika bermanfaat, mohon share artikel ini, ya. Terima kasih. Referensi Penting Mohon mencantumkan sumber jika mengutip sebagian atau seluruh isi artikel. Tag materi bank syariah pengertian, jenis, kegiatan usaha, fungsi, tujuan, manfaat, prinsip, contoh produk dan instrumen, dan contoh bank syariah di Indonesia. Hot news >> Sharia compliance is the adherence of Islamic banks to Islamic rules or laws in muamalah and is one of the factors that differentiate it from conventional banks. Therefore sharia compliance is a fundamental principle in Islamic banking practices. Muamalah law, especially the economy, has a high degree of difference, so the sharia compliance standards in Indonesia refer to the Fatwa of the National Sharia Council-Indonesian Ulama Council DSN-MUI. This study aims to analyze the practice of sharia compliance in Islamic Rural Banks BPRS in Indonesia. The data analyzed is the assessment of the Sharia Supervisory Board DPS on the practice of BPRS for five years. The sample distribution covers all regions of Indonesia with 24 units of analysi with 46 respondenss. The data analysis used quantitative descriptive analysis and compared it with the DSN-MUI fatwa. This study's results indicate that the level of compliance with Islamic rural banks in Indonesia is, on average, excellent. Other findings show that, when viewed from the contract's practice, financing with a musyarakah contract has the highest level of sharia compliance compared to separate agreements. Meanwhile, the lowest sharia compliance is in the murabahah contract. This condition is influenced because Islamic banks often use the murabahah bil wakalah contract. The weakness of this contract lies in the procurement of goods by customers, often not accompanied by proof of purchase. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 27 ANALISIS KEPATUHAN SYARIAH PADA BANK SYARIAH STUDI KASUS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Aini Maslihatin Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Riduwan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta riduwan ABSTRACT Sharia compliance is the adherence of Islamic banks to Islamic rules or laws in muamalah and is one of the factors that differentiate it from conventional banks. Therefore sharia compliance is a fundamental principle in Islamic banking practices. Muamalah law, especially the economy, has a high degree of difference, so the sharia compliance standards in Indonesia refer to the Fatwa of the National Sharia Council-Indonesian Ulama Council DSN-MUI. This study aims to analyze the practice of sharia compliance in Islamic Rural Banks BPRS in Indonesia. The data analyzed is the assessment of the Sharia Supervisory Board DPS on the practice of BPRS for five years. The sample distribution covers all regions of Indonesia with 24 units of analysi with 46 respondenss. The data analysis used quantitative descriptive analysis and compared it with the DSN-MUI fatwa. This study's results indicate that the level of compliance with Islamic rural banks in Indonesia is, on average, excellent. Other findings show that, when viewed from the contract's practice, financing with a musyarakah contract has the highest level of sharia compliance compared to separate agreements. Meanwhile, the lowest sharia compliance is in the murabahah contract. This condition is influenced because Islamic banks often use the murabahah bil wakalah contract. The weakness of this contract lies in the procurement of goods by customers, often not accompanied by proof of purchase. Keywords Sharia Compliance, Islamic Banking, and Fatwa. ABSTRAK Kepatuhan syariah adalah ketaatan bank syariah terhadap aturan atau hukum islam dalam bidang muamalah, dan merupakan salah satu faktor yang membedakan dengan bank konvensional. Karenanya kepatuhan syariah menjadi prinsip yang sangat mendasar dalam praktik bank syariah. Hukum muamalah khususnya ekonomi memiliki tingkat perbedaan yang tinggi, sehingga standar kepatuhan syariah di Indonesia mengacu kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis praktik kepatuhan syariah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS di Indonesia. Data yang dianalisis merupakan penilaian Dewan Pengawas Syariah DPS terhadap praktik BPRS selama 5 tahun. Sebaran sampel meliputi seluruh wilayah Indonesia dengan 24 unit analisis dan 46 responden. Analisis datanya menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan membandingkannya dengan fatwa DSN-MUI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan syariah BPRS di Indonesia rata-rata sudah sangat baik. Temuan lainnya menunjukkan jika dilihat dari praktik akadnya, maka pembiayaan dengan akad musyarakah memiliki tingkat kepatuhan syariah paling tinggi dibanding dengan akad lainnya. Sedangkan kepatuhan syariah paling rendah terdapat pada akad murabahah. Kondisi tersebut dipengaruhi karena bank syariah masih sering menggunakan akad murabahah bil wakalah. Kelemahan akad Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 28 tersebut terletak pada pengadaan barang oleh nasabah yang sering tidak diikuti dengan bukti pembelian. Kata Kunci Kepatuhan Syariah, Bank Syariah dan Fatwa. 1. Pendahuluan Latar Belakang Masalah Indonesia dengan penduduk muslim yang sangat besar, merupakan pasar yang potensial bagi industri keuangan syariah Riduwan, 2019. Dengan membawa selogan keagamaan, pemasaran bank syariah akan lebih mudah diterima oleh umat islam. Pasar emosional terutama factor agama menjadi instrumen sangat penting dalam memasarkan produk bank syariah, teruma kepada konsumen muslim Pour, et al. 2013. Konsumen muslim menghendaki adanya kepatuhan syariah pada bank syariah yang menyeluruh, tidak sebatas formalitas dan tidak hanya pada aspek kelembagaan tetapi juga individunya Ireland, 2018. Bank syariah diyakini menjadi solusi yang baik dalam system ekonomi dan keuangan baik dalam skala makro maupun mikro Ashraf et al., 2015. Peran bank syariah dalam stabilisasi sector keuangan menjadi bukti bahwa bank syariah memiliki skema keuangan makro yang dapat menyelamatkan ekonomi nasional. Karenanya bank syariah dituntut mampu menampilkan fungsi makro dengan baik, sehingga system ekonomi makro islam dapat diterapkan dengan baik. Sedangkan dalam ranah mikro, dimana banyak usaha mikro dan kecil yang terjerat rentenir karena tidak memiliki akses yang proporsional terhadap sumber pendanaan, menjadi lebih berkembang karena fasilitasi bank syariah Riduwan, 2019. Karenanya bank syariah memiliki peran yang sangat siknifikan dalam pengembangan ekonomi nasional. Syariah sebagai sebuah ajaran atau syariat, tidak saja menjadi selogan marketing untuk menarik minat konsumen, tetapi mestinya menjadi bagian yang integrative dengan seluruh aktifitas bank syariah Thaib, 2008. Bahkan implementasi syariah tidak saja hadir diruang public yakni pada saat bekerja, tetapi juga diruang privat dalam bentuk kesalihan individu disegala situasi dan kondisi Iqbal, 2011. Artinya secara kelembagaan dan personal praktik syariah menjadi kebutuhan yang sangat penting Iqbal dan Mirakhor, 2008. Implementasi prinsip syariah pada bank syariah menjadi salah satu factor sangat penting bagi konsumen muslim dalam memilih produk keuangan. Awan dan Bukhari, 2011. Penelitiannya menunjukkan jika konsumen muslim memiliki keyakinan bahwa menggunakan bank syariah bagian dari upaya melaksanakan keyakinan. Oleh karenanya kepatuhan syariah menjadi kunci dalam memasarkan produk perbankan syariah Ilhami, 2009. Cara ini menjadi model dalam pendekatan pemasaran karena terjadinya perbedaan nilai de Mooji dan Hofstede, 2020. Penelitian yang dilakukan oleh Riduwan 2019, tentang Sistem Pembiayaan Mudarabah; Analisis Kepatuhan Syariah dan Risiko menunjukkan jika kepatuhan syariah masih bersifat formalitas atau sebatas pada aspek akad. Sedangkan temuan penelitian Abbas dan Ali 2019 menunjukkan jika kepatuhan syariah bagi karyawan baru sebatas syarat untuk menjadi pegawai bank syariah di Pakistan. Karenanya dalam penelitiannya merekomendasikan supaya kepatuhan syariah menjadi landasan utama baik pada ranah kelembagaan maupun personaliti. Penelitian Hekmatyar dan Parkar 2018 menemukan pentingnya pedoman standar kepatuhan syariah dalam praktik keuangan syariah. Selanjutnya penelitiannya mendorong supaya penggunaan standar Syariah dari Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution AAOIFI, dijadikan rujukan dalam implementasi kepatuhan syariah. Kepatuhan syariah pada bank syariah dilakukan oleh semua unsur manajemen dan karyawan, baik dalam ranah operasional bank syariah maupun dalam praktik kehidupan keseharian Ilhami, 2009. Implementasinya dimulai dari proses penyusunan rencana bisnis Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 29 seperti visi, misi dan penetapan tujuan, pembuatan standar peraturan sampai implementasi akad pembiayaan dan tabungan. Artinya bahwa kepatuhan syariah melingkupi semua kegiatan bank syariah baik dalam ranah menajemen maupun individunya. Praktik syariah tersebut perlu mendapat pengawasan yang memadai, supaya nilai konsistensinya tetap terjaga Rosly, 2011. Pengawasan syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan OJK. DPS menjadi garda terdepan dalam mengawal implementasi syariah pada bank syariah. Penyimpangan terhadap syariah oleh personal maupun manajemen bank syariah merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip manajemen bank syariah dan meningkatkan risiko Ali, 2013. Kedudukan DPS dalam perbankan syariah merupakan perwakilan DSN-MUI yang ditempatkan pada bank syariah Abidin, 2011. Karenanya DPS memiliki otoritas yang sangat kuat dalam melakukan pengawasan syariah Nomran, et al., 2016. Pengawasan yang dilakukannya meliputi semua aktifitas perbankan baik dalam penyusunan peraturan, produk baru maupun implementasi fatwa terhadap produk bank syariah yang sudah ada. DPS dituntut bekerja dengan obyektifitas yang lebih tinggi dalam pengawasan bank syariah Ilhami, 2009. Karena DPS bagain dari pihak terkait dengan bank syariah, maka independensi dan obyektifitas tersebut masih banyak yang meragukan Mardian, 2015. Oleh karenanya profesionalis sebagai pengawas syariah sangat penting. DPS dengan kompetensi yang memadai, yang akan mampu bekerja dengan baik. Sifat hukum ekonomi syariah yang lebih banyak persoalan khilafiah, membuat pemerintah berkepentingan membuat standarisasinya. Dewan Syariah Nasional-Majelis Utama Indonesia DSN-MUI, merupakan lembaga yang diberikan kewenangan khusus untuk menetapkan fatwa ekonomi dan keuangan syariah dan menjadi rujukan utama dalam praktik syariah pada semua lembaga keuangan syariah di Indonesia Prabowo dan Jamal, 2016. Kedudukan fatwa DSN-MUI dalam praktik ekonomi dan keuangan syariah merupakan sumber hukum tertinggi dan menjadi dasar penilaian DPS terhadap praktik syariah pada lembaga keuangan syariah Mardian, 2015. Fatwa tersebut bersifat mengikat, artinya menjadi kewajiban bagi lembaga keuangan syariah untuk tunduk pada fatwa Waluyo, 2016. DPS berwenang menyatakan opini tidakpatuhan syariah, jika ada lembaga keuangan syariah yang praktiknya menyimpang dari fatwa DSN meskipun mungkin menurut pendapat sebagian ulama diperbolehkan. Laporan tahunan DPS menjadi fakta hukum tentang praktik syariah artinya hasil pengawasan sangat mempengaruhi opini public dan memiliki dampak langsung terhadap kepercayaan masyarakat Suprayogi, 2007. Oleh karena itu, manajemen bank syariah mesti berupaya menerapkan kepatuhan syariah dengan baik, supaya opini syariahnya juga tersaji dengan baik dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Penelitian ini akan menganalisis praktik kepatuhan syariah pada BPRS di Indonesia selama 5 tahun, dengan tujuan mendapatkan hasil tentang implementasi syariah berdasarkan fatwa DSN-MUI. Rujukan dari pendapat ulama diluar fatwa DSN-MUI tidak digunakan untuk menghindari terjadinya bias kesimpulan. Selanjutnya juga akan menganlisis apakah kepatuhan syariah sudah menyeluruh sampai kepada kehidupan pribadi pegawai bank syariah. Kebaruan dalam penelitian ini yaitu ditemukannya perbedaan tingkat kepatuhan syariah pada akad pembiayaan BPRS. Pelaksanaan akad pembiayaan yang seringkali menjadi obyek pemeriksaan dan pengawasan oleh DPS memiliki tingkat kepatuhan syariah yang berbeda karena perbedaan tingkat kerumitannya. Murabahah yang memiliki portofilio paling tinggi, ternyata memiliki kepatuhan syariah yang paling rendah. Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 30 Landasan Teori Kepatuhan Syariah Kepatuhan syariah merupakan ketaatan bank syariah terhadap hukum Islam dan aturan turunannya. Menurut Ali 2013 merupakan ketaatan dan kesesuaian system keuangan syariah dengan prinsip syariah, yang dasarnya digali dari sumber utama yakni al qur’an dan hadis serta ijtihad pada ahli fikih, dalam bentuk ijma seperti qiyas, istihsan, istishab dll. Syariah yang dimaksud merupakan hokum islam yang bersumber dari al qur’an dan sunah serta kesepakatan ahli fikih dalam hal tidak ditemukan langsung dari sumber utamanya Khanam dan Ullah, 2014. Karenanya bank syariah pengembangan fungsi bank syariah wajib mengacu kepada standar hokum islam tersebut Abbas dan Ali, 2019. Industri keuangan merupakan sektor bisnis yang memiliki tingkat risiko paling tinggi dibanding dengan industri lainya Ahmed, 2008. Oleh sebab itu, lembaga keuangan harus menerapkan prinsip kehatian-hatian yang lebih besar. Salah satu prinsip tersebut adalah diterapkannya kepatuhan syariah yang melekat inhern dengan aktifitas bisnis Abduh, 2012. Kepatuhan terhadap prinsip syariah dimungkinkan mampu mencegah terjadinya penyalahgunaan dana dan praktik bisnis yang menimbulkan eksploitasi terhadap pihak lain Rahman, 2008. Prinsip ini sekaligus dapat membuktikan bahwa nilai-nilai Islam dapat dipraktikkan dalam bisnis dan mampu menjaga bahkan meningkatkan keberlangsungan usaha sustainibilitas lembaga keuangan syariah Ali, 2013. Kepatuhan syariah berarti ketaatan dan kesesuaian praktik bisnis dengan prinsip-prinsip syariah, Ullah, 2014, yang dalam bisnis keuangan syariah berarti semua transaksi keuangan harus mematuhi dan sesuai dengan hukum Islam Rosly, 2011. Yang dimaksud dengan hukum Islam yaitu kumpulan norma-norma atau hukum syarak yang mengatur tingkah laku manusia dalam berbagai dimensi hubungannya, baik hukum-hukum itu diterapkan langsung di dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi SAW maupun yang merupakan hasil ijtihad, yaitu interpretasi dan penjabaran oleh para ahli hukum Islam fukaha terhadap kedua sumber tadi Anwar, 2010. Kepatuhan syariah yang dijalankan pada industri keuangan syariah merupakan upaya prefentif untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank syariah telah sesuai dengan ketentuan bank Indonesia, fatwa DSN MUI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku Mardin, 2015. Karenanya fatwa dari pihak yang memiliki otoritas menjadi acuan utama bagi industry keuangan syariah, Hamza, 2013. Selain itu, pihak yang memiliki otoritas juga memiliki kewenangan pengawasan atas pelaksanaan dari fatwa tersebut Alam, et al., 2020. Secara umum fungsi dasar kepatuhan syariah untuk memastikan bahwa operasional lembaga keuangan syariah telah memenuhi ketentuan syariah Iqbal, 2011. Kepatuhan syariah merupakan upaya prefentif untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah Rustam, 2013. Standar kepatuhan syariah secara nasional mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI dan secara internasional mengacu kepada ketentuan Islamic Financial Services Board IFSC. Kepatuhan syariah merupakan bagian penting dari manajemen risiko pada bank syariah Ismal, 2010. Cakupan kepatuhan syariah tidak saja menyangkut implementasi dari akad-akad yang diterapkan tetapi lebih jauh sampai pada upaya mewujudkan maqashid syariah, Barlinti dan Dewi, 2012. Bank syariah memiliki tanggungjawab yang besar dalam mewujudkan konsep maqashid syariah, Hamza, 2013, sehingga pertumbuhan dan aktifitasnya tidak hanya diukur dari performance keuangan tetapi juga nilai manfaat bagi kehidupan secara luas Thaib, 2008. Untuk memastikan kebijakan, prosedur, produk, dan layanan telah sesuai dan tunduk pada ketentuan syariah, maka pada bank syariah terdapat struktur organisasi yang memiliki kewenangan khusus pengawasan syariah Iqbal dan Mirakhor, 2008. Model pengawasan syariah di Indonesia dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah DPS. DPS merupakan bagian DSN MUI yang ditempatkan pada setiap bank syariah termasuk BPRS Waluyo, 2016. Tugas Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 31 utamanya adalah untuk memastikan bahwa bank syariah tersebut telah memenuhi ketentuan dan fatwa DSN Fahrunnas, 2018. Dalam kerja pengawasan syariah, DPS senantiasa mengacu pada fatwa DSN MUI Prabowo dan Jamal, 2016. Fatwa ini mengikat kepada semua lembaga keuangan syariah di Indonesia Waluyo, 2016. Efektifitas pengawasan syariah mempengaruhi kepatuhan syariah Ahmed, 2012. Oleh karena itu, anggota DPS harus memiliki kapasitas keilmuan dan kompetensi serta komitmen yang kuat untuk mewujudkan tata kelola bank syariah, sehingga memenuhi standar kepatuhan syariah Wahid, 2016. Maqashid Syariah Maqashid merupakan bentuk jamak dari maqshid yang berarti tujuan atau prinsip Auda, 2008. Sedangkan yang dimaksud dengan maqashid dalam hukum Islam adalah tujuan dibalik hukum Islam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Auda 2008, “Maqashid of the Islamic law are the objective or purposes behind Islamic rulling. Atau pengembangan dari makna maqashid mencakup, “These expansions of the scope of maqashid allow of them to response to global issues and concern and to evolve from wisdoms behind the rulling”. Dalam disiplin ilmu ushul fikih, maqashid syariah menempati urgensitas tersendiri dibanding dengan disiplin ilmu lainnya Sarif dan Ahmad, 2017. Para ilmuwan muslim harus menguasai maqashid syariah dalam berijtihad guna merespon perkembangan ekonomi global dan regional. Sehingga bisa disebutkan jika maqshid syariah merupakan inti terpenting dari ilmu ushul fikih. Karena maqashid syariah dirumuskan oleh para ulama dengan mengambil dalil utama Al Qur’an dan as sunah, maka sering pula maqashid syariah disebut dengan sari pati Al Qur’an dan Sunnah Minka, 2013. Maqashid syariah merupakan inti dari totalitas ajaran Islam dan menempati posisi yang paling tinggi dibanding dengan ketentuan teks-teks syariah apabila teks tersebut berdiri sendiri dan bersifat parsial Auda dalam Al Ghazali, 2008. Khalaf 1994, dalam kitab Ushul Fiqh nya menegaskan bahwa nash-nash Al Qur’an tidak dapat dipahami dengan tepat dan benar kecuali oleh seseorang yang memahami maqashid syariah dan asbabun nuzul latar belakang atau historisitas turunnya ayat. Keberhasilan penggalian hukum ekonomi Islam dari dalil Al Qur’an dan as Sunnah sangat ditentukan oleh pengetahuan yang baik tentang maqashid syariah Riduwan, 2019. Maqashid syariah tidak saja menjadi faktor paling menentukan dalam berijtihad untuk melahirkan produk-produk hukum ekonomi Islam untuk mewujudkan kemaslahatan umat, tetapi lebih dari itu dapat memberikan dimensi filosofis terhadap produk hukum ekonomi Islam yang lahir dari aktifitas ijtihad ekonomi Islam kontemporer Ahmed, 2014. Dinamisasi ekonomi dalam perspektif global mengalami percepatan yang sangat tinggi dan ini berarti menjadi tantangan yang sangat besar bagi ahli hukum Islam untuk merespon dan merumuskan perangkat hukumnya Toufik, 2015. Upaya ijtihad dalam kompleksitas dan dinamisasi ekonomi kontemporer membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap maqashid syariah. Minka, 2013. Pemahaman maqashid syariah tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus bertitik tolak dari penguasaan dan pemahaman yang baik terhadap berbagai disiplin ilmu yang bertautan, seperti falsafah hukum Islam, tarikh tasyri’, ulumul qur’an, ulumul hadis, qawaid fiqiyah dan ilmu lain yang terkait dengan bidang ijtihadnya. Pendekatan maqashid syariah dilaksanakan untuk memastikan bahwa praktik ekonomi Islam mampu memberikan manfaat dan sekaligus menghindarkan terjadinya kerugian atau mafsadah/mudharat Zuhaili, 1986. Karenanya perumusan hukum ekonomi Islam bertujuan untuk tercapainya kemaslahatan umat. Pendekatan maqashid syariah dalam melihat impelementasi kepatuhan syariah pada bank syariah dapat menghindarkan bank syariah dari praktik yang dhalim seperti riba, gharar dan ikhtikar Suwailem, 2000. Peneltian ini karena bersifat kualitatif, maka hasil penelitian sebelumnya menjadi landasan yang penting dalam menarik kesimpulan. Fatwa DSN-MUI merupakan sumber kajian Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 32 utama sedangkan hasil penelitian sebelumnya menjadi rujukan dalam penyimpulan ataa data yang berhasil dikumpulkan. 2. METODOLOGI Populasi dan Sampel Penelitian ini merupakan penelitian lapangan field research, dengan pendekatan kualitatif, yakni penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan gejala secara utuh dan kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung atau primer dengan instrumen kunci penelitian itu sendiri Ahmad, 2009. Populasi penelitian adalah seluruh BPRS yang ada di Indonesia sebanyak 58 lembaga, yaitu BPRS yang menyalurkan pembiayaan dengan semua akad. Terdapat 58 BPRS yang telah menyalurkan pembiayaan dengan akad mudarabah, musyarakah, murabahah, istisna, ijarah, multijasa, wakalah dan qard. Penarikan sampel dilakukan dengan model purposive sampling dengan mempertimbangakan keterwakilan wilayah dan kesanggupan memberikan data. Dari populasi tersebut terdapat 24 BPRS yang bersedia diteliti dan merata disemua wilayah di Indonesia baik dari Sumatera, Jawa, Sumbawa dan Sulawesi. Dengan sampel tersebut berarti sampel dinyatakan representatif karena terdapat 41,4% dari jumlah populasinya. Sedangkan jumlah responden sebanyak 46 orang pengawas syariah pada masing-masing sampel. Responden dinyatakan tepat karena merupakan pihak yang memiliki kewenangan dalam menentukan kepatuhan syariah. Data dan Analisis Data yang dianalisis merupakan data primer dan skunder. Data primer adalah jawaban responden atas pertanyaan melalui kuisioner dan pendalaman melalui wawancara dengan DPS, dimana setiap BPRS diwakili oleh seorang DPS. Sedangkan data skunder merupakan hasil penilaian DPS terhadap operasional BPRS selama lima tahun yang dilaporkan dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Data skunder juga lebih banyak melihat praktik pembiayaan dan operasional BPRS. Sedangkan analisis datanya menggunakan deskriptif kuwantitatif. Jawaban dari responden dibuat tabulasi dengan membuat nilai rata-ratanya yang tertinggi. Kemudian dibandingkan dengan fatwa DSN-MUI. Proses pengolahan data dimulai dari editing, klasifikasi, ferifikasi dan interpretasi. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menganalisis teori, fatwa dan praktik syariah pada BPRS. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dari jawaban responden dapat dinyatakan bahwa 82,7% BPRS telah menjalankan syariah dengan baik. Artinya praktik syariah pada BPRS telah memenuhi standar fatwa DSN-MUI. Penilaian syariah yang dimaksud tidak saja menyangkut aspek akad pembiayaan tetapi juga operasional bank syariah. Dari data tersebut, DPS pada umum memiliki keyakinan jika manajemen BPRS telah berusaha menjalankan prinsip syariah dengan benar Jumansyah dan Wirman, 2009. Sedangkan dari aspek operasional seperti manajemen sumber daya manusia, penyusunan rencana bisnis, praktik ibadah serta layanan kantor dan nasabah juga menunjukkan adanya praktik yang sudah baik. Hasil analisis terhadap data responden menunjukkan bahwa 81,6%, responden menyatakan jika operasional BPRS telah sesuai dengan syariah. Pengawasan DPS terhadap operasional BPRS dilakukan mulai dari penyusunan Rencana Bisnis Bank Syariah RBB, sampai pada tahap implementasinya Ilhami, 2009. DPS juga menilai praktik ibadah para pegawai BPRS dan hasilnya menunjukkan jika praktik ibadah pada umumnya telah berjalan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan dalam implementasi akad pembiayaan, menunjukkan sebesar 80,7% responden menyatakan akad musyarakah memiliki tingkat kepatuhan syariah Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 33 yang paling tinggi disbanding dengan akad lainnya. Sedangkan sebanyak 76,3% respondengan menyatakan jika akad murabahah merupakan akad yang tingkat kepatuhan syariahnya paling rendah. Rendahnya kepatuhan syariah pada akad murabahah karena BPRS lebih memilih akad murabahah bil wakalah. Kelemahan atau titik kritis murabahah bil wakalah terletak pada proses wakalahnya. BPRS dalam praktiknya merasa kesulitan untuk mengadakan barang sendiri sebelum kemudian dijual kembali kepada nasabahnya. Oleh karenanya BPR mewakilkan nasabah untuk mengadakan barang. Pengadaan barang oleh nasabah wajib dilakukan sebelum akad murabahah ditandatangani dan bukti pembelian barang diserahkan kepada bank syariah. Namun dalam praktiknya, bukti pembelian barang sering tidak diserahkan dan petugas bank syariah tidak melakukan pengecekan barang. Praktik tersebut yang dinilai oleh DPS masih belum sesuai dengan syariah. Hasil penelitian ini akan membawa implikasi yang kuat baik pada ranah teori maupun praktis. Implakasi teori ditunjukkan dengan ada fatwa yang menyebabkan akad tersebut memiliki peluang ketidakpatuhan yang tinggi, seperti pada akad murabahah bil wakalah. DSN perlu melalukan peninjauan ulang terhadap akad tersebut untuk meminimalisir praktik yang menyimpang. Sedangkan implakasi praktis bagi BPRS khususnya atau bank syariah pada umumnya menyangkat prinsip kehati-hatian yang semakin tinggi dalam pelaksanaan prinsip kepatuhan syariah. 4. PENUTUP Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya manajemen dan personaliti BPRS telah menjalankan prinsip syariah dengan baik. Operasional bank syariah dan praktik akad pembiayaan telah sesuai dengan prinsip syariah. Disamping itu, secara personal, pegawai BPRS juga telah menjalankan prinsip syariah dengan baik. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan ketercapaian maqashid syariah. Temuan lain juga menyatakan jika pembiayaan dengan akad musyarakah memiliki tingkat kepatuhan syariah yang lebih tinggi dibanding dengan akad yang lain. Sedangkan pembiayaan dengan akad murabahah memiliki tingkat kepatuhan syariah yang paling rendah. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh akad murabahah bil wakalah yang sering dipraktikkan. Kelemahan akad tersebut terletak pada pengadaan barang yang diwakilkan kepada nasabah. Bank syariah memberikan kepercayaan yang tinggi kepada nasabah untuk membeli barang sendiri, sehingga masih terjadi pelanggaran prinsip syariah seperti penyalahgunaan akad wakalah atau bukti pembelian tidak diserahkan. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menganalisis kepatuhan syariah tidak sebatas dari penilaian DPS tetapi juga melihat kapatuhan syariah dari perspektif nasabah. Penilaian nasabah menjadi penting karena mereka bagian penting dari bank syariah. Nasabah sebagai pengguna produk BPRS memiliki perspektif yang mungkin berbeda dengan DPS. DAFTAR PUSTAKA Abbas., MH dan Ali, H., 2019, An Empirical Study of Shariah Compliance in Islamic Banks of Pakistan, Journal of Islamic Finance, 82, 21-30. Abduh, MZ. 2012, Bank Customer Clasification in Indonesia Logistic Regression Vis a Vis Artificial Neural Networks, World Apllied Science Journal, 187, 933-938. Abidin, 2011, Pengawasan Perbankan Syariah; Studi Pemikiran M. Syafii Antonino, Jurnal Maliyah, 32, 78-94. Ahmad, T., 2011, Metodologi Penelitian Praktis, Yogyakarta, Teras. Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 34 Ahmed, H., 2014, Islamic Banking and Sharia Compliance A Product Development Perspective, Journal of Islamic Finance, 32, 15-29. Alam, et al., 2020, The Reason Behind the Absence of Comprehenesive Sharia Governance Framework of Islamic Bank in Bangladesh, International Journal of Economic and Business Administration, 81, 134-145. Anwar, Sy. 2007, Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori Akad”, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Ashraf, S., et al, 2015, Consumer Trust and Confindence in the Compliance of Islamic Banks, Journal of Financial Service Marketing, 202, 133-144. Awan, dan Bukhari 2011, Customers Creteria for Selecting an Islamic Bank Evidence from Pakistan, Journal of Islamic Marketing, 21, 14-27. Barlinti, dan Dewi 2012, Should National Sharia Board be Restructured to Sustain the Development Ecobomic Sharia in Indonesia, Indonesian Journal International Law, 97, 583-596. De Mooji, M. dan Hofstede, G., 2002, Convergence dan Divergence in Consumer Behavior; Implication for International Retailing, Journal of Retailing, 78 2, 61-90. Fahrunnas, F. 2018, Fatwa on the Islamic Law Transaction and Its Role in the Islamic Financial Ecosystem, Al Tijarah, 41, 42-53. Hamza, H., 2013, Sharia Governance in Islamic Banks Effectiveness and Supervision Model, International Journal of Islamic and Milde Eastern Finance and Management, 63, 226-237. Hekmatyar, dan Parkar, E., 2018, An Evaluation of Dana Gas’s Mudarabah Sukuk from Shariah and Legal Perspective, European Journal of Islamic Finance, 24, 1-9. Ilhami, H., 2009, Pertanggungjawaban Dewan Pengawas Syariah sebagai Otoritas Pengawas Kepatuhan Syariah bagi Bank Syariah, Jurnal Mimbar Hukum, 213, 409-628. Iqbal, M. dan Molyneux, P., 2005, Therty Years of Islamic Banking History, Performance and Prospect, Palgrave Macmilan, New York. Iqbal, Z. dan Mirakhor, A., 2004, “A Stakeholders Model of Corporate Governance of Firm in Islamic Economic System”, Islamic Economic Studies, 11 2 43-63. Ireland 2018, Just How Loyal are Islamic Banking Customers?, International Journal of Bank Marketing, 1-16. Jumansyah dan Wirman, 2009, Analisis Penerapan Good Coroporate Governance Business Syariah dan Pencapaian Maqashid Syariah Bank Syariah di Indonesia, Jurnal Al Azhar Indonesia, Seri Pranata Sosial, 21. Khalaf, 1994, Ilmu Ushul Fiqh, Alih Bahasa Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib, Semarang, Dina Utama. Khanam, R., dan Ullah. H., 2019, Shariah Compliance in Islamic Banks-Whay dan How? Global Journals Inc, USA, 146, 9-20. Lutfinanda, A. dan Sinarasri, A., 2014, Analisis Pengaruh Pengungkapan Syariah Compliance terhdap Kepatuhan Syariah Perbankan Syariah, Studi Kasus BPRS di Kota Semarang, Jurnal Maksimum, 41, 23-28. Mardian, S., 2015, Tingkat Kepatuhan Syariah di Lembaga Keuangan Syariah , Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, 31, 1-11. Minka, A., 2013, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah, Jakarta, Iqtishad Publishing. Nomran, et al., 2016, Shariah Supervisory Boards Characteristics Effect on Islamic Banks Performance; Efidence from Malaysia, International Journal of Bank Marketing, 26, 1-9. Jurnal MAPS Manajemen Perbankan Syariah 35 Pour, BS. et al. 2013, “The Effect of Marketing Mix in Attracting Customer Case Study of Saderat Bank in Kermanshah Province”, African Journal of Business Management, Vol. 734, 3272-3280. Prabowo, Dan Jamal, 2016, Peranan Dewan Pengawas Syariah terhadap Praktik Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 13, 113-129. Rahman, 2008, Sharia Audit for Islamic Financial Services, The Needs and Challenges, ISRA, Islami Financial Seminar, Kuala Lumpur. Riduwan, 2019, Sistem Pembiayaan Mudarabah pada Bank Syariah Analisis Terhadap Kepatuhan Syariah dan Risiko, Disertasi pada UII Yogyakarta. Ridwan, M. 2017, Implementasi Syariat Islam, Telaah Praktik Ijtihad Umar Bin Khatab, Tsaqafah Jurnal Peradaban Islam, 132, 353-368. Sarif, A. dan Ahmad, R., 2017, Konsep Maslahat dan Mafsadah Menurut Imam Ghazali, Tsaqafah Jurnal Peradaban Islam, 132, 353-368. Suwailem, S., 2000, Towards an Objective Maesure of Gharar in Exchange, Islamic Economic Studies, 71&2, 61-102. Toufik, 2015, The Role of Shariah Supervisory Board in Ensuring Good Corporate Governance Practice in Islamic Banks, International Journal of Contemporary Applied Science, 22, 109-119. Ullah, H., 2014, Shariah Compliance in Islamic Banking An Empirical Study on Selected Islamic Banks in Bangladesh, International Journal of Islamic and Midle Eastern Finance and Management, 72, 182-199. Wahid, 2016, Pola Transformasi Fatwa Ekonomi Syariah DSN-MUI dalam Peraturan Perudang-Undangan di Indonesia, Jurnal Ahkam, 42, 171-198. Waluyo A., 2016, Kepatuhan Bank Syariah terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional Pasca Transformasi ke dalam Hukum Positif, INFERENSI Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 102, 517-538. Zuhaili, W., 2011, Fiqul Islam wa Adillatuhu, Terjemahan Abdullah Syafii Al Kattani Jakarta, Gema Insani. ... Research by Illahi 2019, Maslihatin & Riduwan 2020, and Faradila & Cahyati 2013 shows that Islamic banks carry out earnings management by increasing and decreasing profits to reduce reported earnings fluctuations so that the company looks stable and not high risk and avoids political attention. Maslihatin & Riduwan 2020 states that this is done by Islamic banks because customers are not ready for pure profit sharing fluctuations, this condition provides an opportunity for Islamic banks to perform income smoothing or profit sharing obtained in a certain period by backing it up and issuing the reserves under other conditions. ...... Research by Illahi 2019, Maslihatin & Riduwan 2020, and Faradila & Cahyati 2013 shows that Islamic banks carry out earnings management by increasing and decreasing profits to reduce reported earnings fluctuations so that the company looks stable and not high risk and avoids political attention. Maslihatin & Riduwan 2020 states that this is done by Islamic banks because customers are not ready for pure profit sharing fluctuations, this condition provides an opportunity for Islamic banks to perform income smoothing or profit sharing obtained in a certain period by backing it up and issuing the reserves under other conditions. when the profit sharing goes down. ...... Almost all of these methods use the discretionary accrual approach, except the Stubben model which focuses on discretionary income. However, in this study, the Eckel index is used because it is considered more capable of distinguishing Islamic banks that perform income smoothing and those that do not Hajjar et al., 2021;Illahi, 2019;Maslihatin & Riduwan, 2020. Various previous studies have also focused more on using the Eckel index in detecting income smoothing practices in Islamic banks. ...Rizkiana IskandarMuh. Syahru Ramadhan Mulyati MulyatiChairul AdhimSharia Bank is a bank conducting its business activities based on Islamic principles. Sharia bank as an institution based on the principles of Islam are not allowed to manipulate earnings and engineering activities in any form of earnings management is no exception in terms of financial reporting, which is a medium of information for its users. Income smoothing is an act of deliberate manipulation by management to profits fluctuate, which later reported that corporate profits are at levels considered normal. The purpose of this paper is to investigate the income smoothing practices in sharia banks in Indonesia and review of income smoothing practices according to Islamic business ethics. This study used 11 sharia banks BUS based on BUS list on Bank Indonesia's website as research object. To know a company is included in the income smoothing group or not, the Eckel index is used. Based on calculations using Eckel index, it can be concluded that 5 out of 11 sharia banks in Indonesia are indicated to practice income smoothing. However, the annual report of the five syariah banks indicated by the practice of income smoothing indicates that all opinions given by the Sharia Supervisory Board regarding operational activities and products or services provided by sharia banks to customers generally comply with the fatwa and sharia provisions issued by DSN- MUI. That is, the policy or practice of income smoothing in Islamic banks is not contrary to the principles of sharia and Islamic business ethics.... In addition, research by Othman and Owen 2003 states that the level of Sharia compliance also influences public trust in Islamic banks. Sharia compliance is not only in financing contracts but is also attached to each behavior of Islamic banks employees Maslihatin & Riduwan, 2020. Services based on Sharia values such as honesty, empathy, and good communication can increase public trust in Islamic banks Sangeetha & Mahalingam, 2011. ...The COVID-19 pandemic has negatively impacted the Islamic banking industry by increasing non-performing financing, decreasing savings, and weakening annual performance. This condition, if not anticipated, can lead to bankruptcy. Therefore, customers need to get the best service so that their loyalty is maintained even though the conditions of Islamic banks are difficult. This study analyses customer satisfaction toward Islamic banks services during the COVID-19 pandemic. The respondents are 308 customers. The sampling method uses purposive sampling, and the data processing uses the Customer Satisfaction Index CSI model. The results of this study indicate that customers are satisfied with Islamic banks' services. So, they are willing to recommend other parties to become bank customers, not transfer funds to other Islamic banks, will not move to conventional banks, and not withdraw deposits. However, this study has limitations because it has not included social performance as a factor that affects loyalty. In addition, most respondents are Muslim, so future research is recommended to analyze satisfaction by including these two factors. Furthermore, these findings provide value for policy implications and recommendations for Islamic banks and stakeholders to increase satisfaction and hasanah Nurul fitriani Kharis Fadlullah HanaNurul FitianiPenerapan kepatuhan syariah merupakan syarat mutlak yang harus dilaksanakan oleh Perbankan Syariah dengan menggunakan fatwa DSN MUI sebagai alat ukur kepatuhan terhadap prinsip Syariah. Namun, dalam prakteknya tidak semudah yang dibahas dalam teori, masih banyak kejadian yang rawan kesalahan syar’i. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian penerapan Syariah Compliance pada produk pembiayaan KUR-Mikro BSI di Bank Syariah Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengambil informasi melalui wawancara. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dengan karyawan dan nasabah Bank Syariah Indonesia cabang Kudus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, Bank Syariah Indonesia telah memenuhi prinsip syariah, karena semua teransaksi dan kegiatan berdasarkan fatwa DSN MUI, dan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Kedua, produk pembiayaan KUR-Mikro BSI sudah sesuai dengan prinsip syariah karena tidak semua usaha dapat dibiayai oleh BSI KUR-Mikro, tetapai hanya usaha yang berpotensi halal. Hasil ini memberikan rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk menganalisis kepatuhan syariah tidak hanya dari penilaian karyawan dan nasabah, tetapi juga melihat kepatuhan syariah melalui Dewan Pengawas Syariah DPS secara langsung. Zulzaidi MahmodAhmad Hidayat BuangImplimentasi teknologi maklumat dalam institusi kehakiman syariah disambut baik oleh semua mahkamah syariah negeri di Malaysia melalui aplikasi sistem e-Syariah. Inovasi dan transformasi teknologi elektronik ini diteruskan oleh sebahagian mahkamah syariah termasuk mahkamah syariah di Sarawak yang membangunkan sistem baharu yang dinamakan i-Syariah, iaitu Sistem Pengurusan Pintar Syariah. Artikel ini bertujuan menganalisis pembangunan sistem Pengurusan Mahkamah Syariah melalui sistem e-Syariah pada peringkat Persekutuan dan i-Syariah yang diaplikasikan di Sarawak. Penelitian juga dilakukan terhadap modul yang dibangunkan dalam sistem e-Syariah dan i-Syariah bagi dapatan maklumat penyelidikan yang menyeluruh. Metodologi penyelidikan dilakukan secara kualitatif terhadap perkembangan pembangunan sistem e-Syariah dan sistem i-Syariah serta melaksanakan metode komparatif dengan membandingkan sistem yang diguna pakai di mahkamah sivil dengan kandungan sistem yang diaplikasikan di institusi kehakiman syariah. Penyelidikan ini mendapati bahawa transformasi teknologi elektronik mahkamah syariah kurang menunjukkan perkembangan berbanding mahkamah sivil yang telah mengaplikasi e-Filing system EFS, Case Management System CMS, Queue Management System QMS, Court Recording and Transcribing CRT, Artificial Intelligence AI dan Community and Advocate Portal System CAP. Walau bagaimanapun berdasarkan pelan pembangunan i-Syariah maka sistem-sistem yang diguna pakai pada peringkat mahkamah sivil ini akan diimplimentasikan di mahkamah syariah Sarawak untuk memastikan transformasi informasi teknologi maklumat seiring dengan perkembangan teknologi digital di The main objective of the study is to examine the reasons behind the absence Faaza FakhrunnasFatwa holds a pivotal role in determining the guidance of Islamic society especially in Islamic finance ecosystem. Moreover, fatwa will render the direction for Islamic finance and then it will impact to the stakeholders of Islamic finance ecosystem such as regulator, Islamic finance institution, investor, and the market performance. This paper will discuss about the role of fatwa on the Islamic law transaction and its effect to Islamic finance performance. By adopting content analysis as the method of the study, this paper finds that firstly there has several fatwa having any dispute among the Islamic scholars and Islamic fatwa institution such as sukuk nature, bay al-inah, the nature of interest, bay al-dayn, and screening methodology adopted by several indices. Secondly, the different fatwa issued by Islamic scholars and Islamic fatwa institution influence the performance of Islamic finance product in the market which affect the stakeholders of Islamic finance – Islamic banks IBs must stay Shari’ah compliant to enhance their customer loyalty and obtain a competitive edge. Given the performance of Shari’ah supervisory board SSB continues to be a matter of concern especially for IBs across countries that have a different regulatory environment, the purpose of this paper is to examine the effects of SSB characteristics on IBs’ performance in Malaysia being a country that applies the most extreme intervention of regulatory agencies pro-active model. Design/methodology/approach – A sample of 15 Malaysian IBs is used to test the study hypotheses for the period from 2008 to 2015 using the Generalized Method of Moments estimator. Findings – The results reveal strong support for a significant association between SSB size, doctoral qualification, change in the SSB composition and performance. In addition, the study supports the view that SSB with cross-membership and reputation is very important in improving the performance of IBs. Research limitations/implications – First, the paper focused only on Malaysia which adopts a pro-active model, and therefore, extending the investigation to include countries that adopt the different models may provide a better view of the best Shari’ah governance SG practices for IBs. Second, there is a need for more empirical analysis regarding the optimal SSB size of IBs. Practical implications – This paper provides empirical evidence for regulators and policy makers in Malaysia, to understand how to enhance the performance of IBs using SG. Furthermore, marketers of Malaysian IBs should focus on SG practices as an important element for attracting Muslim customers, especially as there is a lack in this aspect. Originality/value – To date, it seems there is no empirical study that has examined to what extent the impact of SSB characteristics on IBs performance can be affected by the degree of agencies intervention, whether extreme or slight. Malaysia has been chosen as the only country that adopts the most extreme model. Keywords Performance measurement, Malaysia, Banks, Banking industry, Islam Paper type Research paperMuhammad RidwanThe reason of writing this article is the problem and mistake come from the contemporary Muslim thinkers who made mas}lah}at as the only benchmark in Islamic law, they even assumed that mas}lah}at is more important than the sharia itself. From this they concluded that deconstructing sharia based on mas}lah}at is permissible. They built their argument on the basis of the ijtihâd done by Umar bin Khattab. At that time, Umar broke the law of hand cuts for theft, stoped giving zakat for the converts, and did not give the spoils land to the soldiers. In fact, according to contemporary Muslim thinkers, these three things have been determined in the Qur’an and Sunnah of the Prophet SAW. It means Umar bin Khattab’s ijtihâd is a breakthrough in liberal thinking. Umar dared to contrary what was established in the Qur’an and the hadith of the Prophet. Then, Umar is regarded as a fgure who has applied hermeneutic methods in Islamic law. This thought actually is a mistake. The contemporary thinkers only thought partially and did not discuss Umar’s ijtihâd thoroughly and deeply. By referring to earlier Muslim scholars, this article try to prove that Umar’ ijtihâd is an attempt to implement the Islamic Shari’a, despite elimiting or dismissing Islamic Shari’a itself as the above thinkers study investigated the impact of marketing mix in attracting customers to Saderat Bank in Kermanshah Province. Questionnaire which included 30 questions was used to collect information in this research. The reliability of the questionnaire was calculated using Cronbach's alpha, and a value of was obtained, greater than which is the reliability of the questionnaire. The population used in this study is the customers of Saderat Bank in Kermanshah Province, with at least one account, interest-free loans and savings. 250 questionnaires were collected by stratified random sampling. The work has one main hypothesis and 5 sub- hypotheses. Pearson correlation test was used to test the hypotheses. It was established that factors in the marketing mix have a significant positive effect in absorbing customers. That means the bank has a significant positive banks compete with traditional non-Islamic banks for customers. This article aims to provide insight into why some Muslims choose to bank with Islamic banks in Pakistan, while others do not. Specifically, it addresses the questions to what extent are trust and confidence active influencers in the decision-making process, are they differentiated or are they one of the same? Also how does the Pakistani collective cultural context further complicate the application of these concepts? For the purposes of this article trust refers to people and their interpersonal or social relations whereas confidence concerns institutions such as banks. Drawing on interviews with Muslim consumers in Pakistan, this study provides further insight into consumer behaviour within financial services and specifically Islamic banking and contributes to our theoretical understanding of the concepts of trust and confidence. John IrelandPurpose To determine the rate difference required to persuade Islamic banking customers to switch to conventional banks. Methodology A choice–based conjoint analysis survey was administered to 300 UAE Islamic banking customers. Customer utilities for Islamic and conventional banks, products and prices were developed to test hypotheses while a market simulation estimated the impact of rate changes on choice shares. Findings Overall, Muslim customers of Islamic banks strongly preferred Islamic banks and products. However, 43% were willing to switch to conventional banks to obtain better rates. Indeed, the share choosing conventional banks rose from 25% when rates were the same to 68% when conventional products offered 2% better rates. Implications/limitations This research requires replication and extension in appropriate contexts such as Malaysia and Indonesia. Moreover, the existence of price-sensitivity tiers implies underlying benefit segments that should be studied. Practical implications As so many Islamic banking customers would switch to conventional banks for better rates, it seems that conventional banks compete with Islamic banks for most clients. Islamic banks should price accordingly. Originality/value This is the first study to quantify the loyalty of Islamic banking customers in terms of price and, consequently, the first to demonstrate the existence of price sensitivity tiers. It is also the first in this field to apply conjoint analysis and market Agung PrabowoJasri Bin JamalThis research is to analyze the role of DPS Dewan Pengawas Syariah or Sharia Supervisory Board towards the practice of sharia obedience with the perspective of customer protection in sharia banking in Indonesia. This research adopted the analysis method based upon the doctrinal content by applying four types of legal approach including i history; ii Fiqh/philosophy; iii comparison and iv analysis and critical. In addition, the approach alignment is also needed for the legislative alignment with Islamic philosophy and customer protection philosophy. The result of the research concluded that any violation in sharia obedience neglected by DPS will negatively impact the image and credibility of sharia banking to public; thus, it can bring an impact on the public trust. For this reason, the roles of DPS in sharia banking needs to be optimized, for instance related to the qualification of DPS appointment must be tighter and the support to its roles must be realized in sharia banking. DSN MUI as an institution issuing the fatwa binding ruling can make the coordination and equalize the perception with the DPS posted in sharia banks in Indonesia in supervising the operation of sharia bank to make it really playing a role and ready to run its task as the WaluyoThe purpose of this research is to analize the Islamic Bank Commitment to implementation of fatwa Sharia National Board that has been transformed into positive law. The design of this study is qualitative approach. This field research using qualitative approach with data from interviews with the banks. The result shows that the fatwa related to Islamic banks that has been transformed into positive law can be used as a legal basis to be obeyed. The results showed that the Islamic Bank commitment to implementation of fatwa Sharia National Board has not been effective and efficient. The functions of sharia by the director of compliance to all employees of Islamic bank normatively has been implemented in accordance with the principles of compliance, the compliance culture, management risk, and the values. The role of Sharia Supervisory Board in sharia compliance monitoring system has been implemented but not optimal. Habib AhmedThe key difference between Islamic banks and their conventional counterparts is that the former abides by the principles of Islamic law Shari’ah. However, some Islamic banking products are criticized for not fulfilling the Shari’ah requirements as these closely mimic conventional products. The article discusses how traditional Islamic contracts are used to structure Islamic modes of financing during contemporary times. To understand the choice of financing modes used by Islamic banks, the product development process is examined and the role of Shari’ah related bodies in these institutions Shari’ah unit/department and Shari’ah supervisory board/committee in this process is outlined. The article contends that the choice of modes of financing used by Islamic financial institutions depend on external and internal factors. In some cases Islamic banks choose controversial modes of financing as these are the only ones that are feasible under the legal and regulatory regimes they operate under. In other cases the choice of inferior modes may result from competing internal organizational considerations whereby economic factors overshadow Shari’ah requirements. The article highlights the role of Shari’ah related bodies within a bank in ensuring Shari’ah compliance of products.

contoh bank pembiayaan rakyat syariah